Ada dua pokok bahasan yang ingin kita ulas di dalam Katekese kali ini. Yang pertama tentang indiferentisme, dan yang kedua tentang ajaran EENS.
Indiferentisme merupakan suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama [bahkan aliran kepercayaan] di dunia ini sama baiknya [kalau demikian juga sama buruknya!]. Ini berarti bahwa semua agama sama saja.
Apakah indiferentisme merupakan cerminan toleransi? Jawabannya: sama sekali tidak. Paham ini sangat subyektif dan lebih mencerminkan apatisme (sikap masa bodoh) terhadap perbedaan-perbedaan daripada toleransi. Lebih dari itu, indiferentisme juga pada prinsipnya kontradiktoris. Mengapa? Sebab fakta menunjukkan bahwa agama-agama bukan hanya tidak sama, melainkan dalam berbagai hal bertentangan satu sama lain.
Sadar atau tidak, indiferentisme sering hinggap di kepala orang yang pindah Gereja. Entah memang demikianlah pandangan yang dianut, atau sekedar rasionalisasi (mencari-cari alasan logis) untuk membenarkan keputusannya. Menurut mereka, semua agama berbicara tentang kebenaran, hanya bahasanya saja yang berbeda. Yang penting: Yesus!
Dalam bahasa yang tegas, Gereja Katolik telah mengutuk gagasan ini sebagai suatu kesesatan, karena merupakan penyangkalan terhadap ajaran Extra Ecclesiam Nulla Salus atau yang biasa disingkat EENS.
Terjemahan EENS (Extra Eccesiam nulla salus) adalah: di luar Gereja Katolik tidak ada keselamatan. Ungkapan ini mengajarkan bahwa semua keselamatan datang dari Yesus Kristus sebagai Kepala, dan disalurkan melalui Gereja sebagai Tubuh Mistik-Nya.
Banyak orang salah paham terhadap ajaran EENS ini, dan menganggap Gereja Katolik ‘arogan‘. Namun, sebenarnya, jika kita memahami alasannya, maka kita melihat bahwa Kristuslah yang sesungguhnya memberikan prinsip EENS ini, yaitu: (1) Gereja tidak pernah terlepas dari Kristus; (2) Ajaran iman dan baptisan yang diperlukan untuk keselamatan dipercayakan kepada Gereja; dan (3) Gereja menjadi sarana keselamatan.
Untuk memahami suatu ajaran Gereja, seseorang harus tahu terlebih dahulu konteks sejarah munculnya ajaran itu: mengapa ajaran seperti itu ditulis, apa yang terjadi dalam Gereja pada masa itu, siapa yang ditujukan dengan ajaran itu, dan sebagainya. Seseorang juga harus bisa menemukan bagaimana Magisterium memahami ajarannya itu. Jika seseorang tidak dapat melakukan itu semua, maka bukan tidak mungkin dia akan gagal paham terhadap ajaran Gereja.
Jika dilihat dari latar belakangnya, ungkapan ‘Extra Ecclesiam Nulla Salus’ muncul dari beberapa tokoh Gereja yang melihat adanya bahaya perpecahan dalam umat. Ada beberapa tokoh Gereja yang mengemukakan ini, antara lain:
- Ignasius dari Antiokia yang mengharapkan kesatuan umat dengan uskupnya. Beliau mengungkapkan: “Jangan terpengaruh saudaraku, jika ada seseorang yang mengikuti pelopor skisma, ia tidak lagi menjadi bagian dari Kerajaan Allah. Bila seseorang memisahkan diri dari keanggotaan Gereja, maka ia menjauhkan diri dari keselamatan. Dengan demikian, di luar Gereja ini tidak ada keselamatan”.
- St. Ireneus, ketika berhadapan dengan kelompok gnostik yang menanggap diri superior, mengatakan: “Di mana Gereja berada, di situ Roh Tuhan. Di mana ada Roh Tuhan, di situ ada Gereja”.
- Origenes, seorang pujangga Gereja, mengatakan dalam sebuah khotbah: “Jangan seorangpun mempengaruhi orang lain dan jangan biarkan terpengaruh oleh orang lain. Di luar rumah ini (Gereja) tak ada orang yang diselamatkan, karena jika seseorang keluar, tak seorangpun dapat bertanggungjawab atas kematiannya”.
- St. Siprianus, uskup Kartago, berkali kali menuliskan pernyataan itu ketika membahas tentang heretik dan skismatik.
Dasar dari Kitab Suci EENS:
- Mrk 16:16 – Yesus mengajarkan syarat agar orang dapat diselamatkan, yaitu percaya dan dibaptis.
- Mat 28: 19-20 – Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk mewartakan Injil dan membaptis segala bangsa, dengan demikian menunjukkan peran Gereja sebagai sarana keselamatan.
- Mat 16:16-19: Yesus mendirikan Gereja di atas rasul Petrus
- Luk 10:16 – Yesus mengajarkan pentingnya mendengarkan utusan Kristus, yang diwakili oleh Gereja.
- Ef 5; Ef 5:23 – Gereja adalah tubuh mistik Kristus dan mempelai wanita dengan Kristus sebagai kepala dan mempelai pria.
- Yoh 3:5 – Yesus mengajarkan pentingnya Baptisan untuk keselamatan.
- 1Tim 2:4 – Allah menghendaki semua orang diselamatkan
- Ibr 11:6 – Hanya dengan iman orang dapat berkenan kepada Allah, yaitu iman akan adanya Allah yang memberi upah pada orang yang sungguh mencari Dia
Gereja Katolik, dengan berpegang kepada Kitab Suci, mengajarkan bahwa Kristus mendirikan hanya satu Gereja, dan Gereja itu didirikan-Nya di atas Rasul Petrus (Mat 16:18). Gereja yang didirikan Kristus di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18) itu mulai resmi berdiri pada saat hari raya Pentakosta; dan didirikan di kota Roma sekitar tahun 42-49, yaitu pada saat Rasul Petrus pertama kali singgah di Roma.
Kristus mengajarkan perlunya iman dan pembaptisan untuk keselamatan (lih. Mrk 16:16, Yoh 3:5, Mat 28:19). Namun demikian, ajaran ini tidak untuk dipertentangkan dengan kehendak Allah untuk menyelamatkan semua umat manusia (lih. 1 Tim 2:4).
Dengan demikian, Kristus menegaskan perlunya Gereja, yaitu Gereja yang didirikan oleh-Nya di atas Rasul Petrus – yang melaluinya kita memperoleh ajaran iman, baptisan dan mengambil bagian dalam kehidupan-Nya serta menjadi anggota-anggota Tubuh-Nya.
Perlu diingat bahwa Konsili Vatikan II sama sekali tidak menganulir ajaran EENS (LG art. 14) yang sudah berakar selama abad-abad, tetapi memberikan penafsiran resmi dengan kalimat yang jauh lebih positif, sebagaimana tertuang di dalam Katekismus Gereja Katolik No. 846-848.
KGK 846 Bagaimana dapat dimengerti ungkapan yang sering kali diulangi oleh para bapa Gereja ini? Kalau dirumuskan secara positif, ia mengatakan bahwa seluruh keselamatan datang dari Kristus sebagai Kepala melalui Gereja, yang adalah Tubuh-Nya:
“Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan, bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis, Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan” (Lumen Gentium 14).
KGK 847 Penegasan ini tidak berlaku untuk mereka, yang tanpa kesalahan sendiri tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya:
“Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal” (LG art. 16; DS 3866 – 3872).
KGK 848 “Meskipun Allah melalui jalan yang diketahui-Nya dapat mengantar manusia, yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil, kepada iman yang merupakan syarat mutlak untuk berkenan kepada-Nya, namun Gereja mempunyai keharusan sekaligus juga hak yang suci, untuk mewartakan Injil” (Ad Gentes 7) kepada semua manusia.
Sampai di sini kita melihat bahwa penafsiran resmi Konsili Vatikan II terhadap EENS mengandung dua perubahan penting. Pertama, sampai sebelum Konsili Vatikan II, yang dimaksud sebagai Gereja Kristus itu tidak lain adalah Gereja Katolik, sehingga Gereja Katolik adalah satu-satunya sarana eklesial untuk keselamatan. Melalui konstitusi dogmatis Lumen Gentium (LG) dan Dekrit tentang ekumenisme Unitatis Redintegratio (UR), Konsili Vatikan II membuat suatu perubahan besar. Konsili mengajarkan bahwa Gereja Kristus tidaklah identik dengan Gereja Katolik, melainkan ada di dalam (subsistit in) Gereja Katolik (LG Art. 8).
Ini berarti bahwa Gereja Katolik mengakui adanya kenyataan eklesial di dalam Gereja-gereja dan komunitas Kristiani lainnya. Mereka ini berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik, sungguhpun tidak sempurna. Karena itu, ada unsur-unsur pengudusan dan kebenaran yang hadir dan bekerja di dalam Gereja atau komunitas Kristiani ini yang membawa kepada keselamatan (UR Art. 3). Namun demikian, tetap diakui bahwa kepenuhan sarana keselamatan hanya ditemukan di dalam Gereja Katolik, karena itu tetap berlaku panggilan untuk menyatukan diri dengan Gereja Katolik (LG Art. 14).
Kedua, berkaitan dengan mereka yang berada di luar Gereja (extra Ecclesiam). Konsili mengubah pengandaian dasarnya, yaitu dari pengandaian bersalah (seperti pada penafsiran-penafsiran di Abad Pertengahan) menjadi pengandaian tidak bersalah (bdk LG Art. 14 dan 16; GS art. 22). Pengandaian tidak bersalah ini berlaku baik untuk Gereja-gereja Kristiani non-Katolik maupun untuk mereka yang bukan Kristiani. Jika mereka tidak bersalah, maka mereka akan diselamatkan, tetapi pasti haruslah melalui Yesus Kristus dan melalui Gereja.
Bagi anggota Gereja-gereja Kristiani non-Katolik, mereka terkait dengan Gereja Katolik karena adanya unsur-unsur pengudusan dan kebenaran yang mereka emban. Untuk mereka yang berada di luar Gereja dan belum memeluk iman Kristiani maupun menerima Sakramen Baptis, Konsili mengatakan bahwa karena satulah asal dan tujuan hidup manusia, maka mereka ini ‘dengan aneka cara’ (LG art. 13 dan 16; bdk GS art. 22) terkait dengan Gereja.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa keselamatan mereka itu terkait dengan Gereja Katolik yang di dalamnya berada Gereja Kristus (LG art. 8).
Ajaran EENS inilah yang membawa Gereja pada kesadaran akan kewajiban misionernya untuk mewartakan Kristus kepada mereka yang belum mengenal-Nya (LG art. 1.9.48; GS art. 45); dan untuk melakukan karya-karya misi ke seluruh dunia.
Gereja Katolik bilang apa soal indiferentisme? Gereja Katolik bilang bahwa kita tidak boleh menyamakan begitu saja agama-agama, sebab agama-agama bukan hanya tidak sama, melainkan dalam berbagai hal bertentangan satu sama lain.
Terus, Gereja Katolik bilang apa soal ajaran EENS? Gereja Katolik berpegang teguh pada ajaran EENS, yaitu bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan, namun sebagaimana tertulis di dalam dokumen Konsili Vatikan II Nostra Aetate, ditegaskan bahwa Gereja Katolik tidak menolak adanya sinar kebenaran yang diajarkan oleh agama-agama lain.
Maka dari itu, “Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya yang terdapat pada mereka” (Nostra Aetate art. 2).
Namun demikian, Gereja menganggap bahwa sinar kebenaran yang ada di dalam agama-agama lain atau gereja-gereja lain itu sebagai persiapan bagi seseorang untuk menerima kepenuhannya dalam Gereja Katolik (lih. Konsili Vatikan II, Nostra Aetate 2, Unitatis Redintegratio 3).
Karenanya, Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni ‘jalan, kebenaran dan hidup’ (Yoh. 14:6); sebab dalam Dialah manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dan dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya sendiri.
Referensi:
https://www.catholic.com/magazine/online-edition/are-all-religions-equal
https://www.catholic.com/magazine/print-edition/what-no-salvation-outside-the-church-means
https://majalah.hidupkatolik.com/2017/06/12/5804/keselamatan-di-luar-gereja-2/
https://santopauluspku.wordpress.com/2013/10/16/katekese-umum-xix-extra-ecclesiam-nulla-salus/