26 C
New York
Saturday, September 21, 2024

Bunda Maria: Wanita Sederhana dengan Tugas Mulia

Maria. Kita memanggilnya ‘Bunda’. Bunda Maria. Dia wanita biasa. Dia sama seperti wanita lain pada umumnya. Tapi, dia mempunyai keistimewaan. Tak ada wanita lain yang mempunyai keistimewaan seperti dia. Elisabet mengakui itu. Kata Elisabet kepadanya, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan” (Luk. 1:42).

[postingan number=3 tag= ‘bunda-maria’]

Bunda Maria menjadi istimewa karena bayi yang dikandungnya adalah pribadi yang istimewa, yakni Tuhan. Maka, Maria adalah Ibu Tuhan dan Bunda kita. Kata Elisabet, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luk. 1:43).

Tuhan kok beribu? Ya, istilah itu sebagai konsekuensi dari peristiwa inkarnasi. Sebab, Tuhan masuk ke dalam dunia melalui rahim seorang perempuan. Perempuan yang melahirkan Sang Putra haruslah disebut Ibu Tuhan.

Maria bukannya tidak mempunyai pertimbangan ketika mendengar perkataan Malaikat Gabriel. Jelaslah ia mempunyai pertimbangan. Ia bahkan terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kemudian, ia berkata kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (Luk. 1:34).

Seperti orang-orang lainnya Maria tentu mempunyai hak untuk menerima atau menolak setiap tawaran yang datang kepadanya, tapi ia memilih untuk tundak pada kehendak Tuhan. Katanya: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38).

Maria sadar bahwa tawaran dari Allah harus ditanggapi pakai hati. Makanya ia berkata, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya” (Luk. 1:46-48). Wanita ini sederhana dalam berpikir dan bertindak. Dalam kesederhanaannya, ia dipilih untuk suatu tugas yang tidak sederhana.

Hati Maria bergembira. Dan, ia tidak ingin kegembiraannya itu disimpannya sendiri. Ia mau berbagi sukacita yang dirasakannya itu kepada Elisabet, saudarinya. Dan benar saja, ‘ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus’ (Luk. 1:41).

Sapaan Maria memberi dampak yang luar biasa hebatnya bagi Elisabet. Ini bukan sapaan biasa. Ini adalah suara Tuhan sendiri. “Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan” (Luk. 1:44).

Sapa-menyapa adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan bersama. Jangan menyapa hanya jika ada perlunya. Itu namanya modus, tidak tulus. Sapaan yang tulus akan membuat orang berbahagia. Kapan terakhir kita memberikan sapaan yang paling manis kepada orang lain?

avatar
Jufri Kano, CICM
Terlahir sebagai 'anak pantai', tapi memilih - bukan menjadi penjala ikan - melainkan 'penjala manusia' karena bermimpi mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta & Maryhill School of Theology, Manila - Philippines. Moto tahbisan: "Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga" (Luk. 5:5). Penulis dapat dihubungi via email: jufri_kano@jalapress.com.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini