6.2 C
New York
Thursday, November 20, 2025

Menjadi Imam Yang “Berhati” Maria

Memilih untuk menjadi imam  adalah salah satu pilihan hidup. Hampir semua orang sepakat bahwa pilihan hidup yang satu ini amat sulit bagi seorang manusia normal. Mengapa? Alasannya adalah dalam pilihan ‘jenis’ ini dituntut penyangkalan diri yang maksimal, pemberian diri yang tiada tara dan secara radikal mengikuti Kristus tanpa terhanyut dalam ‘rayuan’ dunia ini. Tentu pilihan ini mengandaikan sebuah kebebasan pribadi tanpa paksaan pihak lain. Dengan adanya kebebasan pribadi, apapun yang menjadi konsekuensi dari pilihan itu bisa diselesaikan dengan baik. Tanpa sebuah kebebasan, pilihan tersebut tidak membawa kebahagiaan!

Judul tulisan ini mengandung harapan bahwa mereka yang memilih untuk menjadi imam  hendaknya belajar dari Bunda Maria. Frasa ‘berhati Maria’ memaksudkan sebuah keserupaan atau sebuah persatuan yang intim dengan Bunda Maria. Ia adalah potret ideal bagi umat beriman terutama bagi para imam yang secara radikal menjatuhkan pilihan hidup untuk mengabdi Allah dan sesama. Ada banyak alasan yang bisa dipaparkan terkait ajakan bahwa para imam hendaknya ‘berhati’ Maria. Alasan-alasan tersebut secara padat akan diuraikan pada poin selanjutnya.

Yohanes Maria Vianney merupakan seorang kudus yang ‘berhati’ Maria dalam menghayati panggilannya sebagai seorang imam. Penghormatannya yang mendalam terhadap imamat dan kesetiaannya yang tak terhingga dalam mendampingi umat beriman tak terlepas dari keintiman relasinya dengan Bunda Maria. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa St. Yohanes Maria Vianney telah menjadi serupa dengan Bunda Maria, karena itu ia juga telah menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Hal inilah yang perlu diteladani oleh para imam.

Sekilas Tentang Santo Yohanes Maria Vianney

Berkat kesetiaan dan kebajikan hidupnya seperti yang telah disinggung sepintas di atas membuat St. Yohanes layak menjadi teladan bagi para imam. Ia adalah seorang imam yang sederhana, taat pada Allah dan penuh pengorbanan dalam mengabdi sesama. Sesungguhnya secara akademis, St. Yohanes tidak memiliki prestasi yang memuaskan. Bahkan pada waktu kuliah di seminari Tinggi, ia drop out (DO), karena nilai-nilai akademisnya sangat tidak memuaskan. Akan tetapi, ia tidak menyerah dan selalu berupaya untuk belajar sehingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan studinya dan ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 12 Agustus 1815. Berkat relasinya yang mendalam dengan Allah, St. Yohanes sungguh menjadi alter Christus. Ia sungguh menjadi pribadi yang bertindak demi Kristus Sang Kepala dalam menjalankan tugas kegembalaannya. Hidupnya adalah berpasrah pada Bapa, melaksanakan kehendak-Nya dan mencintai sesama dengan sepenuh hati. Ia bangga dengan sakramen imamat yang diterimanya. Ia sungguh mencintai imamat dan menghayatinya dengan pengorbanan yang maksimal. Kutipan berikut ini kiranya menunjukkan bahwa St. Yohanes sungguh mencintai imamat dan menjunjung tingginya dalam kerendahan hati yang mendalam.

“Seandainya kita tidak memiliki sakramen imamat, kita tidak akan memiliki Kristus. Siapakah yang menempatkan Dia dalam Tabernakel? Imam. Siapakah yang menerima jiwamu pada saat jiwamu memasuki kehidupan? Imam. Siapakah yang memberi jiwamu makanan, memberinya kekuatan agar mampu menyelesaikan ziarahnya? Imam. Siapakah yang mempersiapkan jiwamu agar layak di hadapan Tuhan dengan membasuhnya, pada saat terakhir, dalam Darah Yesus Kristus? Imam- selalu imam. Dan apabila jiwamu sampai pada ajalnya, siapakah yang akan memohon agar jiwamu beristirahat dengan tenang dan damai? Sekali lagi, imam…. Sesudah Tuhan, imam adalah segalanya! Hanya di surga kelak ia akan sepenuhnya sadar akan siapa dirinya.”

Kutipan di atas terkesan berlebihan bila dilihat sepintas. Akan tetapi, kalau ditelisik secara mendalam, apa yang diungkapkan oleh St. Yohanes hanya mau menekankan betapa mulianya sakramen imamat, betapa bahagianya orang yang dengan tulus berikrar setia untuk menjadi wakil Kristus di dunia ini. Menjadi imam itu tugas mulia yang membutuhkan kepasrahan total pada kehendak Allah.

Hal penting lain yang perlu diungkapkan tentang St. Yohanes adalah kedekatannya yang intim kepada Bunda Maria. Sejak masa mudanya ia selalu mempersembahkan hidupnya kepada Bunda Maria. Ia sadar akan segala ketakberdayaan kemanusiaannya dan berupaya untuk ‘bekerja sama’ dengan Maria sehingga ia bisa mengatasinya dengan bijaksana. Ia amat kagum dengan keutamaan-keutamaan hidup Bunda Maria dan berjuang untuk mengaktualisasikannya dalam hidup harian. Alhasil, segala persoalan hidupnya bisa diatasi dengan baik berkat bantuan Bunda Maria.

Kepasrahan yang total kepada Yesus melalui Bunda Maria ini dalam kehidupan St. Yohanes diakui oleh umat beriman, termasuk oleh Paus Benediktus XVI. St. Yohanes terkenal dengan devosinya yang mendalam kepada Bunda Maria yang dikandung tanpa noda. Bahkan pada tahun 1836, beliau mempersembahkn gereja parokinya di Ars kepada Bunda Maria. Akhirnya waktu dogma “Maria dikandung tanpa Noda” disahkan pada tahun 1854, St. Yohanes menyambutnya dengan suka cita besar.

Keteladanan hidupnya yang mengagumkan sangat membantu umat beriman untuk mengandalkan Allah, termasuk berdevosi kepada Bunda Maria. Ia pernah mengatakan, “setelah memberikan kepada kita segala yang dapat Ia berikan, Yesus Kristus rindu untuk menganugerahkan kepada kita milik-Nya yang paling berharga, yakni Bunda-Nya yang Tersuci.” Ungkapan ini mau menggarisbawahi bahwa kepasrahan yang total kepada Bunda Maria dan tekun menghayati keutamaan hidupnya merupakan sebuah kebutuhan fundamental bagi mereka yang menjadi anak-anak Kristus.

Apa yang telah dilakukan oleh St. Yohanes tentu bukan hanya berguna bagi umatnya dahulu, tetapi juga umat beriman zaman ini. Lebih dari itu, sikap hidup yang luar biasa dari orang kudus ini hendaknya menjadi teladan bagi para imam dan calon imam zaman ini. Hal pokok yang mau digarisbawahi pada tulisan ini adalah imam yang ‘berhati Maria’ dan mencintai imamat seturut teladan Yohanes Maria Vianney. Bisa dikatakan pula bahwa kecintaannya yang tak terbatas kepada sakramen imamat sangat dipengaruhi oleh devosinya yang mendalam kepada Bunda Maria yang dikandung tanpa Noda. Bunda Maria telah membantu dia dalam mencintai panggilannya dengan maksimal. Ia juga telah belajar banyak dari Bunda Maria dalam menghayati pilihan hidupnya sebagai abdi Allah yang setia.

Imam yang “Berhati” Maria

Semua orang beriman yakin bahwa Bunda Maria adalah figur ideal dalam menghayati iman. Keterarahan hidupnya pada Allah tidak diragukan lagi. Keterbukaannya pada rencana dan kehendak Allah sungguh luar biasa (bdk. Luk 1:26-38). Ia adalah teladan umat beriman sepanjang zaman.

Para calon imam dan imam hendaknya juga menjadikan Maria sebagai tokoh teladan. Perannya sebagai tokoh teladan dan juga guru sangat penting bagi mereka yang secara suka rela mengikuti Kristus secara radikal, yang memberikan diri secara total kepada Kristus. Tanpa dia, ada bahaya munculnya suatu spiritualitas yang dingin, picik, tidak mengakar pada Kristus atau hanya ‘suam-suam kuku’. Tidak seorang pun yang melebihi Bunda Maria dalam mengenal Kristus dan menghasilkan rangkaian kebajikan hidup. Ia telah bersatu dengan putra-Nya dalam suka dan duka hidup.

Bunda Maria sebagai Pola Iman

Sebagai seorang guru dan tokoh teladan, Bunda Maria senantiasa berjalan di depan dalam ziarah iman, sebab dalam iman dan ketaatan ia melahirkan Putra Bapa sendiri ke dunia tanpa mengenal pria dan dalam naungan Roh Kudus….percaya akan utusan Allah, dengan iman yang tak tercemar oleh kebimbangan (bdk. LG 63). Bunda Maria (Hawa kedua) hanya percaya pada Allah dan tidak seperti Hawa Pertama yang tergoda oleh ular. Muatan imannya adalah putra Allah yang menjadi manusia.

Sama seperti Maria, para imam atau calon imam hendaknya beriman seperti Maria. Allah adalah satu-satunya yang menjadi sumber dan tumpuan hidup. Imam atau calon imam hendaknya tidak tergiur oleh ‘rayuan’ ular yang selalu datang menggoda. Para imam dan calon imam hendaknya tidak mengabdi pada dua tuan (Allah dan setan) (bdk. Mat 6:24). Mengabdi kepada dua tuan membuat para imam “mendua”, tidak terfokus dalam panggilan, selalu bingung dan gelisah serta akhirnya tidak bahagia dengan pilihan hidupnya.

Bunda Maria telah menjadi serupa dengan Yesus, Putranya. Berkat rahmat Allah dan keterbukaan hatinya, Bunda Maria telah menjadi citra Allah yang tiada duanya. Apa saja yang menjadi kehendak Allah telah dihayatinya dengan penuh iman. Berkat rahmat sakramen imamat, para imam diangkat menjadi pribadi istimewa yang serupa dengan Kristus. Sama seperti Bunda Maria, mereka hanya mengandalkan Allah, bersatu dengan Kristus yang telah memilih mereka dan tekun menghayati panggilan dengan sepenuh hati. Karena itu setiap imam dengan caranya sendiri membawa pribadi Kristus yang menjadi tumpuan hidupnya. Mereka diperkaya dengan rahmat istimewa sehingga apa yang mereka kerjakan sungguh menampilkan kasih Kristus dan mampu membawa orang pada persatuan yang mesra dengan Kristus. Tentu persatuan di sini memaksudkan sebuah persatuan batin atau spiritual, sehingga Kristuslah yang hidup dalam diri mereka.

Keserupaan Maria dengan Yesus tentu bukan hanya saat-saat yang membahagiakan, tetapi juga saat Yesus mengalami penderitaan-Nya. Bahkan Bunda Maria setia bersama Yesus hingga di bukit Kalvari. Bunda Maria mengalami pengalaman pahit dalam hidup bersama Putranya. Imannya sama sekali tidak goyah kendati banyak tantangan yang menghadang ziarahnya. Kehidupan para imam zaman ini tentu diwarnai oleh banyak tantangan yang sering kali mengacaukan perjalanan hidup mereka. Akan tetapi, berkat teladan Bunda Maria kiranya para imam dan calon imam hendaknya seperti Maria: mengikuti Kristus dalam untung dan malang, bersatu dengan Kristus dalam segala situasi hidup.

St. Yohanes Maria Vianney pernah mengatakan, “Marilah kita hidup seperti Bunda Maria: hanya mencintai Allah, menginginkan Allah, hanya ingin menyenangkan Allah dalam setiap perbuatan kita. Sesudah Allah, kita harus memiliki kepercayaan yang besar kepada Bunda Yesus yang begitu baik.” Apabila para imam mampu meneladani iman Maria, maka badai zaman ini pasti tidak menghancurkan bahtera panggilan mereka. Iman seperti Maria menjadi pintu kepada kehidupan yang mesra bersama Yesus. Dengan banyaknya tantangan dan berkat kesetiaan dalam menghadapinya, para imam (seperti Bunda Maria) pasti semakin dewasa dalam menghayati panggilan hidup dan melaksanakan kehendak Allah.

Bunda Maria sebagai Model Cinta Kasih

Kesempurnaan Bunda Maria dalam mencintai Allah dan manusia tentu tak terbantahkan lagi oleh para imam dan umat beriman pada umumnya. Cintanya yang total kepada Allah dan sesama merupakan buah dari relasinya yang mendalam dengan sang Cinta itu sendiri. Sumber cinta kasihnya adalah cinta Ilahi. Kita yakin, cinta ilahi menjadi jiwa Bunda Maria dalam mencintai manusia. Kita juga sungguh yakin bahwa kesucian, kemurnian, kesederhanaan, kerendahan hati, kesetiaan, kesabaran dan rangkaian kebajikan hidupnya yang lain bersumber dari cinta ilahi yang menjadi makanan rohaninya.

Para imam hendaknya berkaca pada Bunda Maria yakni memiliki cinta ilahi sebagai sumber inspirasi bagi hidup dan pelayanannya. Seorang imam dipanggil untuk mencintai Tuhan dengan sempurna melebihi segala yang lain. Malahan bisa dikatakan bahwa cinta yang pertama seorang imam adalah Tuhan. Mencintai yang lain hanyalah merupakan aplikasi dari cintanya kepada Tuhan. Para imam mencintai sesama dengan tulus hanya mungkin dijalankan kalau memiliki cinta kepada Tuhan. Ada dua ciri khas cinta Ilahi yang dihayati oleh Bunda Maria dan layak diteladani oleh para imam.

Pertama, cinta ilahi berinisiatif. Tuhan selalu lebih dahulu mencintai manusia. “Inilah kasih itu: bukan kita yang telah mengasihi Allah, melainkan Allah yang telah mengasihi kita” (1Yoh. 4:19). Allah adalah sumber cinta kasih itu. Dalam hidupnya Bunda Maria telah menunjukkan inisiatif cintanya kepada sesama. Contoh yang menarik berkaitan dengan hal ini adalah apa yang dilakukan oleh Bunda Maria pada waktu perkawinan di Kana (bdk. Yoh 2:1-11). Ia sangat mencintai tuan pesta dengan meminta bantuan Putranya untuk mengatasi kekurangan anggur yang terjadi. Di sini, terlihat bahwa tuan pesta tidak meminta bantuannya. Hal itu semata-mata inisiatif Maria untuk mengungkapkan cinta Allah kepada sesama.
Sikap Maria ini hendaknya diteladani oleh para imam. Mereka harus berusaha untuk mendahului dalam mencintai siapa pun yang dilayaninya. Mereka harus lebih dahulu berinisiatif mencintai umatnya. Tatkala ada umat yang membutuhkan bantuan, kiranya para imam (seperti Bunda Maria) peka untuk menolong tanpa menunggu ‘disembah’. Dengan demikian, sikap para imam yang setia menunggu untuk dicintai atau dihormati oleh umatnya kiranya menunjukkan bahwa mereka tidak sungguh-sungguh memiliki cinta Ilahi. Mereka juga tidak bisa meneladani Bunda Maria.

Para imam diundang oleh Bunda Maria untuk memberi kesaksian tentang cinta ilahi. Kesaksian ini tentu bukan hanya dengan kata-kata, tetapi terutama dengan perbuatan nyata seperti Bunda Maria. Yang pasti adalah manusia zaman sekarang sangat mendambakan imam yang berbuat cinta kasih daripada yang berkata-kata tentang cinta kasih. Keteladanan dalam mengaplikasikan cinta ilahi bisa menggerakkan hati umat zaman ini untuk mencintai Tuhan dengan sepenuh hati dan membagikannya kepada sesama.

Kedua, cinta ilahi bersifat total dan universal. Cinta ilahi itu mencakup pemberian diri yang tulus dari Allah yang terwujud melalui Yesus Kristus (bdk. Yoh 3: 16; Flp 2: 8-9). Selain itu, cinta ilahi itu tercurah untuk semua orang tanpa terkecuali “dari tiap-tiap suku, bahasa, kaum dan bangsa” (Why. 5: 9). Cinta kasih yang total dan universal ini telah dihayati oleh Bunda Maria. Bunda Maria secara total mencintai Yesus dan gereja-Nya. Hal ini terbukti melalui fiat-nya, “ sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk. 1: 38). Ia juga tekun memelihara Sabda Allah yang dikandungnya, bahkan hingga di kaki salib. Selain itu, ia juga menaruh belaskasihan kepada semua orang (bersifat universal), baik yang sejahtera maupun yang miskin sebagaimana telah ditunjukkan oleh Putranya.

Apa yang telah ditunjukkan oleh Bunda Maria ini hendaknya diikuti pula oleh para imam. Mereka harus memperlihatkan cinta ilahi yang total dan universal kepada sesamanya. Totalitas cinta tersebut diukur melalaui penyerahan diri yang tak terbatas kepada gereja; melayani umat Allah dengan sepenuh hati (segenap talenta yang dimiliki) sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Yesus dan Bunda Maria.

Selain bersifat total, penyerahan diri para imam juga bersifat universal. Hal ini memaksudkan bahwa imam mencurahkan cinta kasih Allah kepada semua orang dengan tulus tanpa ‘pilih kasih’. Semua bangsa adalah milik Tuhan, karena itu para imam dituntut untuk membuka hati bagi banyak orang. Kendati demikian, para imam hendaknya tetap menyadari optio fundamentalis-nya (pilihan dasar) yakni melayani orang miskin dan yang tersingkir. Pilihan dasar ini telah diajarkan dan dilakukan oleh Yesus ribuan tahun yang lalu. Para imam diundang untuk tetap setia pada pilihan dasar ini.

 Maria Sebagai Model Persekutuan

Bunda Maria memiliki relasi yang intim dengan Putranya. Ia tidak hanya menyatu dengan putranya saat inkarnasi, saat mengandung, melahirkan Yesus atau pada saat Yesus mengalami kehidupan yang membanggakan tetapi juga pada saat Putranya mengalami penderitaan. Ini adalah sikap iman yang mengagumkan!

Sikap Bunda Maria ini hendaknya menjadi sikap para imam zaman ini. Hampir pasti bahwa para imam mengalami suka dan duka hidup yang silih berganti. Dalam keadaan demikian, para imam diajak untuk selalu bersekutu dengan Yesus. Dengan kata lain, baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka (ditolak, dibenci, dll.) para imam hendaknya tetap menjalin persekutuan yang intim dengan Yesus. Tanpa persekutuan dengan Yesus, para imam bisa jatuh ke dalam ‘jurang’ yang membuatnya menderita dan tak berdaya. Berkaitan dengan hal ini, ada dua pola persekutuan yang diberikan oleh Bunda Maria.

Pertama, pola gerakan ke dalam. Dalam hal ini Bunda Maria bersatu secara rohani dengan Yesus melalui pikiran dan hatinya (bdk. Luk. 1: 38; 2: 19). Ia menyimpan dan merenungkan setiap peristiwa imannya dalam hati. Sikap ini bisa disebut meditasi dan kontemplasi. Inilah yang perlu diteladani oleh para imam. Mereka hendaknya tekun dalam meditasi dan kontemplasi untuk merenungkan sekaligus meresapi seluruh pengalaman iman, pengalaman perjumpaan dengan karya agung Allah sebagaimana yang telah dijalankan oleh Bunda Maria. Melalui meditasi dan kontemplasi, para imam bisa mengalami betapa indahnya persekutuan yang intim dengan Allah.

Kedua, gerakan ke luar. Bunda Maria tentu tidak hanya mengandung Yesus dalam hati dan pikirannya. Ia menyambut Yesus sebagai anaknya yang bertumbuh secara normal dan mengalami dinamika hidup. Bunda Maria setia dalam mendampingi-Nya, menyerahkan-Nya kepada Bapa di Kenisah dan menyertai-Nya hingga di kayu salib (bdk. LG 61). Berkaitan dengan hal ini, para imam diundang untuk menerima Yesus tidak hanya dalam meditasi dan kontemplasi tetapi juga dalam keseluruhan hidupnya. Tutur kata dan tingkah laku imam hendaknya menggambarkan bahwa mereka bersekutu dengan Yesus. Dengan kata lain, persekutuan mereka yang mendalam dengan Yesus dalam hati dan pikiran hendaknya dinyatakan ke luar melalui sikap hidup dalam karya pelayanan.

Dengan demikian, ada keselarasan dan keterkaitan antara gerakan ke dalam dan ke luar. Inilah dua pola persekutuan yang hendaknya dibangun dan dilestarikan oleh para imam dalam penghayatan panggilan dan pelaksanaan karya pelayanannya.

Ketiga poin penting yang telah diuraikan di atas kiranya menjadi undangan yang berharga bagi para imam. Penulis sungguh yakin bahwa St. Yohanes Maria Vianney telah menghidupi ketiga poin penting ini dalam seluruh dinamika hidupnya. St. Yohanes telah menjadi imam yang “berhati” Maria. Kiranya semua sepakat bahwa kalau para imam zaman ini “berhati” Maria, maka mereka bisa menjadi imam yang mengagumkan, serupa dengan Kristus dan penuh penyerahan diri dalam melayani umat Tuhan sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh St. Yohanes.

Patut diakui pula bahwa apa yang telah diuraikan di atas merupakan hal ideal yang membutuhkan perjuangan maksimal untuk mengaktualisasikannya. Para imam bisa menjadi pelayan Tuhan yang “berhati” Maria mengandaikan bahwa mereka berjuang untuk membangun sebuah relasi yang intim dengan Bunda Maria. Berkat sebuah relasi yang intim dengannya, para imam bisa menemukan keutamaan Maria, meresapi seluruh kebajikan hidupnya dan akhirnya berjuang untuk mewujudkannya dalam hidup harian. Kalau para imam bisa menjadi serupa dengan Maria, maka ia juga bisa menjadi serupa dengan Yesus. Sebab Bunda Maria telah lebih dahulu menjadi serupa dengan Putranya. Kalau para imam bisa ‘bekerja sama’ dengan Bunda Maria dalam tugas-tugasnya sebagaimana yang telah dilakukan oleh St. Yohanes, maka mereka bisa menjadi alter Christi di bumi ini.

Semoga kebajikan hidup Bunda Maria meresap dalam diri para imam zaman ini. Setelah meresapi dalam hati, kiranya mereka dapat membagikannya kepada sesama. Semoga apa yang telah dijalankan dan dihayati oleh St. Yohanes Maria Vianney dapat diteladani oleh para imam masa kini. Akhirnya, semoga semua imam “berhati” Maria. ***

Sumber:

Goergen, Donald (ed.). IMAM Masa Kini (Judul Asli: Being a Priest Today) diterj. oleh Konrad Kebung. Maumere: Ledalero, 2003
Griffin, James A. Ikhtisar Katekismus Gereja Katolik (Judul Asli: A summary of the new Catholic Catechism) diterj. Oleh Mgr. Hadiwikarta. Jakarta: Obor, 1996.
Himawan, Agustinus S.(ed.). Harapan dan Cinta dari Uskup untuk Imamnya. Jakarta: Obor, 2010.
Leteng, Hubertus. Cinta Kasih Pastoral Seorang Imam. Ruteng: Sekpas Keuskupan Ruteng, 1999.
———————-. Spiritualitas Imamat: Motor Kehidupan Imam. Maumere: Ledalero, 2003.

Lesek, Yon, dkk. (eds.) Imam: Jantung Hati Yesus. Jakarta: Obor, 2009.

 

Hasil gambar untuk Imam yang berhati Maria, Yohanes Maria Vianney

St. Yohanes Maria Vianney (Google.com)

 

 

RP Lorens Gafur, SMM
RP Lorens Gafur, SMM
Imam Misionaris Serikat Maria Montfortan (SMM). Ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 17 Juni 2016 di Novisiat SMM - Ruteng - Flores - NTT. Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi, Widya Sasana - Malang - Jawa Timur.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini