Ada segelintir orang mengaku pernah melihat setan, jin, hantu, dan sejenisnya. Mengenai benar tidaknya pengakuan dari mereka itu tentu tidak ada yang tahu pasti. Namun kita percaya (dan kepercayaan ini diwariskan turun-temurun di masyarakat) bahwa setan itu memang ada. Wujud aslinya tak terlihat tetapi pengaruhnya nyata terasa.
[postingan number=3 tag= ‘setan’]
Gereja Katolik pun percaya dan mengajarkan bahwa setan itu ada. Mengenai bagaimana wujud aslinya, tidak dijelaskan. Dan, bukan hanya Gereja Katolik, dalam sejarah agama-agama lain pun selalu ada kesadaran akan keberadaan setan dan kuasanya atas manusia.
Dalam pandangan Gereja Katolik, setan adalah realitas rohani (makhluk yang sepenuhnya spiritual), dan bukan semacam makhluk halus sebagaimana dipercaya di masyarakat. Nama ‘setan’ digunakan secara eksklusif untuk si jahat. Iblis (Yunani diabolos; Lat. diabolus) yang juga dikenal sebagai setan adalah nama yang biasa diberikan kepada malaikat yang jatuh.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa setan pada mulanya adalah malaikat baik yang diciptakan Tuhan; namun kemudian ia menolak Tuhan (KGK 391-93). Akibatnya, ia selamanya dilarang untuk melihat Tuhan. Ia bahkan dikutuk ke dalam api abadi yang telah disiapkan untuknya dan malaikat-malaikatnya (Mat. 25:41).
Pertanyaannya: mengapa setan menolak Tuhan? Teks dari Kitab Yesaya berikut ini barangkali menjadi jawabannya: “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi! Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur” (Yes. 14:12-15). Jadi, iblis, dan para malaikat lain yang tergabung dengannya, menyerah pada kesombongan; mereka ingin meninggikan diri, untuk sepenuhnya mandiri dan menjadikan diri mereka ilahi.
Kitab Suci memberi tahu kita bahwa pertempuran untuk jiwa kita yang kekal tidak dilakukan melawan darah dan daging, tetapi melawan ‘bala tentara kejahatan’ (Ef. 6:12), yaitu melawan setan dan pengaruhnya. Sebab, setan mengerahkan segenap kekuatan untuk menghasut manusia agar berbuat berdosa.
Gereja Katolik dengan tegas melarang umat agar jangan sampai bersekutu dengan setan. Ajaran Gereja Katolik ini sangat jelas terlihat dalam liturgi. Pada perayaan Baptisan, mereka yang dibaptis diminta untuk menyatakan penolakan terhadap setan, dan perbuatan-perbuatannya, dan janji-janjinya yang kosong. Adapun rumusannya kurang lebih seperti berikut ini:
Apakah Saudara menolak kejahatan dalam diri saudara sendiri dan dalam masyarakat? Apakah Saudara menolak godaan-godaan setan dalam bentuk takhayul, perjudian dan hiburan yang tidak sehat? Dua pertanyaan ini harus dijawab: Ya, saya menolak.
Bahkan, Gereja Katolik juga menyediakan ritus resmi pengusiran setan (eksorsisme). Ini menunjukkan bahwa Gereja Katolik percaya bahwa setan itu ada dan melarang umatnya bersekutu dengannya. “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!” (Yak. 4:7).
Referensi:
https://www.catholic.com/qa/why-did-satan-rebel
https://www.catholic.com/encyclopedia/devil
https://www.catholic.com/magazine/print-edition/what-the-devil
https://www.catholic.com/qa/why-was-satan-sent-to-earth-to-test-man
https://www.catholic.com/qa/isnt-lucifer-not-satan
https://www.katolisitas.org/apakah-gereja-katolik-mengajarkan-adanya-iblis-setan/