Abram hidup berpindah-pindah. TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu” (Kej. 12:7). Ini janji Tuhan ‘mengenai tanah’ untuk pertama kalinya kepada Abram. Maka Abram mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya. Kemudian ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel. Ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN. Sesudah itu ia berangkat dan makin jauh ia berjalan ke Tanah Negeb.
Tapi apa daya, tidak lama setelahnya bencana kelaparan melanda daerah yang ditempatinya. Makanya ia dan istrinya terpaksa harus mengungsi ke negeri yang jauh, yaitu Mesir, untuk tinggal di sana sebagai orang asing. Tapi, Abram sadar bahwa usaha untuk masuk ke wilayah Mesir bukanlah pilihan yang aman, terutama jika orang Mesir tahu bahwa Sarai adalah istrinya.
Abram merancang strategi ‘kebohongan’. Ia berkata kepada istrinya, “Memang aku tahu, bahwa engkau adalah seorang perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup” (Kej. 12:11-12). Abram menaruh rasa curiga terhadap orang-orang Mesir. Maka, demi alasan keamanan, ia menyuruh Sarai supaya mengaku sebagai adiknya.
Strategi yang dibuat oleh Abram berhasil. Ia dan istrinya lolos masuk ke negeri Mesir. Tapi, memang benar dugaannya. Sesudah ia dan istrinya masuk ke Mesir, orang Mesir itu melihat, bahwa perempuan itu (Sarai) sangat cantik, dan ketika punggawa-punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke istananya. Firaun menyambut Abram dengan baik-baik, karena ia mengingini Sarai, dan Abram mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta (Kej. 12:14-16).
Tuhan tidak menyukai strategi yang dibuat oleh Abram. Maka, TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya (Kej. 12:17). Firaun sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Maka, ia memanggil Abram serta berkata: “Apakah yang kauperbuat ini terhadap aku? Mengapa tidak kauberitahukan, bahwa ia isterimu? Mengapa engkau katakan: dia adikku, sehingga aku mengambilnya menjadi isteriku? Sekarang, inilah isterimu, ambillah dan pergilah!” (Kej. 12:18-19).
Maka pergilah Abram dari Mesir ke Tanah Negeb dengan isterinya dan segala kepunyaannya. Saat itu ia sudah sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya. Ia berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, dari Tanah Negeb sampai dekat Betel, di mana kemahnya mula-mula berdiri, antara Betel dan Ai, ke tempat mezbah yang dibuatnya dahulu di sana; di situlah Abram memanggil nama TUHAN. Abram KEMBALI menetap di tanah Kanaan (Kej. 13:12).
Sampai di sini, apa yang kita pahami? Abram dipanggil oleh Tuhan supaya masuk ke tanah Kanaan. Tuhan berjanji kepada Abram bahwa negeri Kanaan itu akan diberikan kepada keturunannya. “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu” (Kej. 12:7). Tapi, ketika kelaparan melanda negeri itu, Abram dan istrinya merantau ke negeri Mesir. Keberadaan mereka di negeri Mesir tidak bisa diperpanjang. Firaun menyuruh mereka pergi dari sana. Maka Abram dan istrinya terpaksa kembali lagi ke negeri Negeb, kemudian pindah ke Betel, dan akhirnya menetap Kanaan.
Setibanya di daerah Kanaan, Tuhan seolah ingin memperbaharui janji-Nya kepada Abram. Maka, berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmu pun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu” (Kej. 13: 14-17). Ini janji Tuhan ‘mengenai tanah’ untuk kedua kalinya kepada Abram. Sesudah itu, Abram memindahkan kemahnya dan menetap di daerah dekat pohon-pohon tarbantin di Mamre, dekat Hebron, lalu didirikannyalah mezbah di situ bagi TUHAN.
Sampai sejauh itu, Abram belum dikaruniai anak. Maka, Abram berkata kepada Tuhan, “Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu” (Kej. 15:2-3). ***