Saudara/i terkasih di dalam Kristus.
Natal sudah dekat. Ya. Seminggu lagi. Bagaimana persiapan kita? Atau, mungkin lebih tepat, apa yang sudah dan sedang kita siapkan?
Sebut saja, di tingkat paroki atau stasi, kita sudah membentuk panitia perayaan dan sudah mulai bekerja, misalnya mempersiapkan teks liturgi dan aneka petugas liturgi, petugas keamanan, koor, bersih lingkungan di sekitar tempat perayaan, gua atau kandang Natal yang indah, lampu berwarna, kembang api, bunga-bunga yang indah dan bahkan mungkin menyiapkan hewan ‘korban’ untuk perayaan Natal bersama. Di level pribadi atau keluarga, mungkin kita sudah membeli busana Natal model terbaru, sudah pesan kue atau roti yang paling enak, mengubah model potongan rambut dan menyiapkan kado tertentu untuk orang yang kita kasihi. Dan masih banyak persiapan lainnya.
Bagaimana dengan hati kita? Sudahkah kita mempersiapkan hati? Bagi saya, pertanyaan ini penting diajukan. Tentu saja karena yang kita nantikan itu adalah Raja segala raja yang hanya butuh keterbukaan hati kita. DIA Raja yang hanya membutuhkan hati. DIA Raja hati kita; Raja yang mengubah hati kita. Palungan-Nya adalah hati kita. Kandang atau gua-Nya adalah hati kita. Karena itu, yang pantas disiapkan secara serius lebih dari segalanya adalah palungan, kandang atau gua hati kita.
Bagaimana mempersiapkannya? Dengan membersihkan hati kita dari segala kotoran dosa. Ya, siapa pun kita, apapun ‘jubah’ yang kita pakai, apapun status sosial kita, kita tak kebal dari kotoran dosa. Kita pendosa. Kesadaran ini seharusnya mendorong kita datang di hadapan Tuhan untuk mengakui kerapuhan kita dan memohon rahmat pengampunan-Nya.
Tentang ini, Gereja Katolik membuka ruang bagi kita agar menerima Sakramen Tobat (Pengakuan Dosa) sebelum perayaan Natal. Umat diberi kesempatan mengakui segala dosanya di hadapan Tuhan dan memohon rahmat pengampunan. Umat ditantang datang di hadapan imam atau uskup untuk mengakui segala kerapuhannya. Tindakan ini pun sesungguhnya adalah ungkapan kerendahan hati di hadapan Tuhan dan sesama. Dan, hanya orang yang rendah hati yang mau mengakui dosanya. Lain tidak!
Pengakuan dosa yang dilandasi kerendahan hati ini mendatangkan sukacita-kelegaan di hati. Sukacita-kelegaan ini tak terkatakan. Mengapa? Karena Tuhan yang Maharahim itu menganugerahkan pengampunan atas segala dosa yang telah diakui. Kita sudah dibebaskan dari segala lumpur dosa. Kita telah menjadi manusia baru. Kita dilahirkan kembali menjadi anak yang semakin berkenan kepada Tuhan dan sesama. Tidakkah kita layak bersuka cita? Tentu harapan selanjutnya, kita berjuang membarui diri agar jauh lebih baik dari sebelumnya. Dalam hal ini, sukacita pengampunan yang kita terima dari Tuhan memberikan semangat baru bagi kita dalam membarui diri.
Menurut saya, setelah kita membersihkan hati kita lewat penerimaan sakramen Tobat, kita lebih ‘percaya diri’ merayakan Natal. Kita merasa layak menyambut Kristus. Dan, DIA pasti lahir di hati kita; lahir mengubah kita menjadi manusia baru; lahir menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Apa yang saya renungkan ini tak hendak memaksa saudara/i untuk mengakui dosa. Itu sepenuhnya tergantung pada diri kita masing-masing. Apalagi dalam penerimaan Sakramen Tobat, unsur penyesalan dan kesadaran pribadi (tanpa paksaan) sangat dihargai. Sebab, pengampunan itu memang hak Tuhan, tetapi keterbukaan hati (kesadaran pribadi) juga tak kalah penting.
Apa yang saya bagikan ini juga tak bermaksud mengajak saudara/i menghentikan segala persiapan lain (persiapan ‘fisik’), termasuk aneka pesta seputar Natal. Saya hanya mengajak kita agar tak lupa dengan hal yang paling penting dalam hidup kita sebagai orang beriman yakni MEMPERSIAPKAN HATI. Persiapan lain itu tak boleh mengaburkan apalagi mengabaikan persiapan hati. Toh Sang Raja itu hanya butuh HATI kita sebagai palungan, gua atau kandang-Nya.
Sudah Anda mempersiapkan hatimu? Sudahkah Anda menerima Sakramen Tobat? ***

