6.2 C
New York
Thursday, November 20, 2025

Jika Anda Pernah Merasa Cemas, Bersyukurlah! Berikut Alasannya

Semua orang pasti pernah merasakan yang namanya ‘kecemasan’. Kecemasan itu seringkali muncul pada saat kita berhadapan dengan pilihan-pilihan. Apalagi ketika pilihan itu menyangkut hidup atau mati.

Orang-orang cenderung melihat kecemasan itu sebagai sesuatu yang ‘jelek’. Padahal, pendapat seperti itu tidak seluruhnya benar. Sebagai orang beriman, kita justru seharusnya bersyukur ketika kita masih merasakan adanya kecemasan di dalam diri. Lho, kok bisa begitu?

Ya, kecemasan itu muncul karena adanya pilihan-pilihan. Jika tidak ada pilihan, itu berarti tidak ada yang perlu kita cemaskan. Kita hanya ikut saja sesuai dengan apa yang diarahkan. Tapi, dalam arti itu juga, kita sebenarnya tidak mempunyai kebebasan.

Jika kita tidak bebas, tidak mungkinlah ada pilihan bagi kita. Kita hanya akan menjadi robot, yang betindak sesuai dengan arahan dari si pemegang remote. Apakah kita mau seperti itu? Jelas tidak. Nah, kalau demikian, jika Anda pernah merasakan kecemasan, bersyukurlah. Itu tandanya bahwa Anda dan saya masih diberikan kebebasan.

Orang-orang mendefenisikan kebebasan itu sebagai suatu kondisi tiadanya paksaan pada aktivitas. Kondisi di mana kita mempunyai kemampuan untuk memilih, mencintai, dan peduli. Jika kita tidak bebas, kita tidak akan bisa melakukan itu semua.

Kebebebasan itu dianugerahkan Tuhan kepada masing-masing kita. Pertanyaannya adalah: mengapa Tuhan menaruh kehendak bebas di dalam diri kita? Bukankah jauh lebih baik jika kita tidak diberikan kebebasan supaya kita tidak terjerumus ke dalam dosa?

Jawabannya sederhana: Tuhan tidak mau kita menjadi seperti robot. Yang Tuhan mau adalah supaya kita menjadi ciptaan yang mampu menjadi ‘tuan atas diri kita sendiri’ dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatan kita sendiri. Kita disebut bebas kalau kita sungguh-sungguh mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas perbuatan kita.

Lagipula, justru karena kebebasan itulah, makanya menjadi masuk akal jika pada saat akhir dari perjalanan hidup kita di dunia ini, kita dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan. Jika kita tidak pernah diberikan kebebasan, maka tidak tepatlah kita dimintai pertanggungjawaban.

Kita beruntung sekali karena Tuhan tidak menciptakan kita seperti robot; sehingga kita bisa menentukan sendiri apa yang kita inginkan dan bebas bertindak seturut kehendak kita sendiri – yang tentu saja diharapkan supaya tidak melanggar apa yang dikehendaki oleh Tuhan.

Dengan kehendak bebas itu, kita bisa menaruh perasaan terhadap orang lain, kita berempati, kita jatuh cinta, dan kita peduli. Dengan kehendak bebas itu pula, kita mampu mendekatkan diri kita kepada Tuhan. Hanya karena kita memiliki kebebasan makanya kita tahu bersyukur dan tahu berterima kasih kepada Tuhan. Jika kita diciptakan tanpa kebebasan, kita tidak perlu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan sebab semuanya berjalan sesuai ‘remote’ yang dikendalikan oleh Tuhan.

Tuhan tidak mau mengendalikan hidup kita seperti seseorang yang pegang remote. Ia tidak mau kita menjadi seperti robot. Tuhan hanya mengingatkan supaya kita tidak menyalahgunakan kebebasan yang kita miliki; sebab penyalahgunaan kebebasan bisa menjerumuskan orang ke dalam dosa. Persis itulah yang terjadi dengan manusia pertama. Mereka jatuh ke dalam dosa karena menyalahgunakan kebebasan yang Tuhan berikan.

Satu hal yang perlu kita ingat: yaitu bahwa kehendak bebas yang kita miliki bukan tidak ada batasnya. Kebebasan kita ada batasnya. Yang membatasi kebebasan kita adalah kebebasan orang lain.

Bahwasanya kita bebas melakukan apa saja, itu betul. Tapi ingat, orang lain juga mempunyai kebebasan yang sama. Nah, supaya tidak terjadi benturan, kebebasan kita itu harus digunakan secara bijak. Kebebasan yang tidak terbatas hanya dimiliki oleh Tuhan. Tuhan bisa berbuat apa saja seturut kehendak-Nya. ***

avatar
Jufri Kano, CICM
Terlahir sebagai 'anak pantai', tapi memilih - bukan menjadi penjala ikan - melainkan 'penjala manusia' karena bermimpi mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta & Maryhill School of Theology, Manila - Philippines. Moto tahbisan: "Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga" (Luk. 5:5). Penulis dapat dihubungi via email: jufri_kano@jalapress.com.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini