6.6 C
New York
Friday, March 29, 2024

Katolik Menjawab: Baptisan Bayi mempunyai Dasar dalam Kitab Suci

Gereja Katolik mengajarkan bahwa setiap manusia lahir ke dunia dalam keadaan berdosa. Mengapa? Karena ada dosa asal yang diturunkan dari  Adam. Nah, untuk membersihkan sang bayi dari dosa asal itu, maka Gereja memberikan jalan bagi pembaptisan bayi. Hal ini dirasa penting oleh Gereja karena Gereja mengimani bahwa pembaptisan sebagai jalan untuk membawa anak tersebut kepada keselamatan. Jadi, pembaptisan bayi berkaitan erat dengan doktrin dosa asal.

Dari mana Gereja mengambil doktrin tentang dosa asal itu? Doktrin tentang dosa asal tersebut bersumber pada Kitab Suci. Dalam kitab Kejadian dinyatakan bahwa Adam dan Hawa telah berdosa; dan oleh karena itu, maka Adam dan Hawa dan seluruh keturunannya harus menanggung dosa itu (lih Kej 2).

Dosa manusia pertama adalah dosa kesombongan (lih. Rm 5:19; Tob 4:14; Sir 10:14-15). Akibat dari dosa asal adalah:  manusia kehilangan rahmat kekudusan dan terpisah dari Allah (Lih Kej. 3). Dosa asal ini diturunkan kepada semua manusia secara turun-temurun. “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mz 51:7).

[postingan number=3 tag= “baptis”]

Mengapa harus saat bayi? Mengapa tidak menunggu sampai seseorang itu tumbuh dewasa? Bukankah dalam Kitab Suci tidak pernah disebutkan tentang pembaptisan bayi? Tradisi pembaptisan bayi tentu bisa kita telusuri dalam Kitab Suci, meski tidak disebutkan secara gamblang. Dalam Kis. 16:15, 33 diceritakan tentang bagaimana para rasul membaptis Lidia beserta seluruh isi rumahnya, juga kepala penjara sekeluarga. Demikian pula dalam Kis.  18:8 diceritakan tentang bagaimana Paulus membaptis Krispus dan seisi rumahnya, dan juga keluarga Stefanus (1 Kor 1:16). Frasa “Seisi rumahnya” di sini tentu saja mencakup juga anak-anak, sehingga diketahui bahwa praktek pembaptisan bayi telah diterapkan sejak jaman para rasul.

Apalagi, Yesus sendiri mengajarkan agar anak-anak jangan dihalangi untuk datang kepada-Nya (lih. Mrk 10:14). Di dalam Perjanjian Lama, anak-anak digabungkan dalam perjanjian dengan sunat, yang dilakukan pada hari ke delapan (Im 12:3), padahal mereka sendiri belum dapat menentukan sendiri apakah mereka mau tergabung dalam Bangsa Pilihan Allah atau tidak.

Maka, seperti para orang tua di Perjanjian Lama memutuskan anak tersebut disunat, demikian pula di Perjanjian Baru, orang tua memutuskan anak tersebut dibaptis.

Gereja Katolik percaya bahwa baptisan diperlukan untuk mendapatkan keselamatan (lih. Mrk 16:16). Pertanyaanya, bagaimana nasib bayi-bayi yang meninggal sebelum dibaptis?

KGK, 1283 “Mengenai anak-anak yang mati tanpa dibaptis, liturgi Gereja menuntun kita, agar berharap kepada belas kasihan ilahi dan berdoa untuk keselamatan anak-anak ini.“ Gereja Katolik percaya bahwa karena bayi-bayi tidak pernah berbuat dosa pribadi (personal), maka mereka tidak akan menderita, baik secara fisik maupun secara spiritual.

Bagaimana nasib orang-orang yang tidak dibaptis? Gereja Katolik mengajarkan bahwa orang-orang yang bukan karena kesalahan mereka, tidak mengenal Kristus, dapat juga diselamatkan, asalkan mereka mengikuti hati nurani mereka dan mempraktekkan hukum kasih, di mana mereka juga digerakkan oleh rahmat Ilahi.  

Contoh dari ‘bukan karena kesalahan sendiri’ adalah orang-orang yang hidup sebelum Kristus, dan juga orang-orang yang tidak terjangkau oleh pemberitaan tentang Kristus; termasuk juga orang-orang dari agama lain, yang walaupun telah dijangkau oleh pemberitaan Kristus namun pemberitaan ini tidak memberikan dorongan yang baik terhadap kekristenan, sehingga orang dari agama lain, bukan karena kesalahannya, tidak dapat percaya akan pesan Kristus.

Jadi, kita tidak dapat mengatakan bahwa orang yang tidak dibaptis pasti masuk neraka, sebab ada kondisi-kondisi lain (yang telah disebutkan di atas) yang diperhitungkan. Namun, satu-satunya keselamatan hanya melalui Kristus dan melalui pembaptisan.

*** dari berbagai sumber

avatar
Jufri Kano, CICM
Terlahir sebagai 'anak pantai', tapi memilih - bukan menjadi penjala ikan - melainkan 'penjala manusia' karena bermimpi mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta & Maryhill School of Theology, Manila - Philippines. Moto tahbisan: "Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga" (Luk. 5:5). Penulis dapat dihubungi via email: jufri_kano@jalapress.com.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini