Seorang penganut non-Katolik menyampaikan pendapat bahwa ‘Dukun dan pastor persamaannya, keduanya dalam melaksanakan ritual tertentu sama-sama pakai kemenyan’ (lihat grup, https://www.facebook.com/groups/133679597321940/). Tentu pendapat semacam itu tidak tepat. Justru hal ini menunjukkan bahwa oknum yang bersangkutan tidak pernah membaca Alkitab dengan detail. Selain itu, pernyataannya dapat dikatakan sangat gegabah dan konyol. Gereja Katolik tentu saja mempunyai landasan dan referensi Alkitab terhadap ajaran tersebut sejak abad pertama. Pemakaian kemenyan dalam ibadah sangat tua, sebab pada zaman para nabi telah dipakai.
Berikut ayat-ayat Perjanjain Lama (PL) yang membahas penggunaan kemenyan/ukupan:
- Keluaran 30:34-38. Mengenai ukupan yang kudus, Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah, digarami, murni, kudus. Sebagian dari ukupan itu haruslah kaugiling sampai halus, dan sedikit dari padanya kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana Aku akan bertemu h dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu. Dan tentang ukupan yang harus kaubuat menurut campuran yang seperti itu juga janganlah kamu buat bagi kamu sendiri; itulah bagian untuk TUHAN, yang kudus bagimu. Orang yang akan membuat minyak yang semacam itu dengan maksud untuk menghirup baunya, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.”
- Im. 2:, 1, 15. Kurban Sajian, “Apabila seseorang hendak mempersembahkan persembahan berupa korban sajian kepada TUHAN, hendaklah persembahannya itu tepung yang terbaik dan ia harus menuangkan minyak serta membubuhkan kemenyan ke atasnya. Haruslah kaububuh minyak dan kautaruh kemenyan ke atasnya; itulah korban sajian.
- Im. 24:7, Engkau harus membubuh kemenyan tulen di atas tiap-tiap susun; kemenyan itulah yang harus menjadi bagian ingat-ingatan roti itu, yakni suatu korban api-apian bagi TUHAN.
- Yesaya 60:6, Sejumlah besar unta y akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur d
- Wahyu 5:8, Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus.
- Mazmur 141:2, Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang.
Berdasarkan beberapa ayat di atas kita dapat menemukan alasan pemakaian kemenyan. Kemenyan dipakai sebagai persembahan wangi-wangian dalam kemah pertemuan (bdk. Kel. 40:27, Kel. 30:34, Im. 24:7). Selain itu di Bait Allah, kemenyan digunakan sebagai lambang doa (bdk. Mzm. 141:2, Im. 6:15 Luk. 1:10). Dengan demikian gereja-gereja terutama aliran oknum tersebut di atas, kurang mengerti bahwa kemenyan sendiri dijadikan persembahan kepada bayi Yesus (bdk. Mat. 2:11). Kiranya kita mengetahui bahwa Gereja Katolik memakai kemenyan/ukupan dalam Ekaristi karena hal itu memang ada dalam Alkitab. Kebiasaan memakai kemenyan/ukupan dalam Ekaristi sebenarnya gambaran kejadian yang akan datang. Hal itu dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu 8:4, maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.
Penulis: Silvester Detianus Gea


