Dogma Maria diangkat ke surga menegaskan bahwa Bunda Maria, setelah mengakhiri hidupnya di dunia ini, terangkat ke surga sama seperti Henokh, Elia, dan mungkin beberapa yang lain lagi.
Paus Pis XII, dalam Munificentissimus Deus (1950), menegaskan bahwa: “Maria, Bunda Allah yang tak bernoda dan Bunda Allah yang tetap perawan, setelah selesai hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi”.
[postingan number=3 tag= ‘bunda-maria’]
Pertanyaannya: apakah Bunda Maria melewati proses kematian terlebih dahulu ataukah langsung begitu saja terangkat ke surga? Jawabannya: Gereja memang tidak pernah secara formal menyebutkan apakah Bunda Maria meninggal dunia atau tidak, tetapi konsensus umum menyebutkan bahwa dia memang mati terlebih dahulu sebelum tubuh dan jiwanya diangkat oleh Tuhan ke dalam kemuliaan surgawi. Frasa ‘setelah selesai hidupnya di dunia’ dalam ensiklik Munificentissimus Deus sebetulnya juga secara implisit mengisyaratkan tentang kematian Bunda Maria itu.
Tambahan pula, dalam bukunya, ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, Dr. H. Pidyarto, O. Carm menyebutkan bahwa Maria memang meninggal juga (seperti halnya Yesus), meski tidak mengenal dosa, tetapi seperti Yesus juga, ia segera dibangkitkan dengan jiwa dan badannya untuk mulia bersama Putranya di surga (lih. Pidyarto, H. hlm. 166-167).
Nah, itulah juga yang dialami oleh semua orang yang akan diselamatkan oleh Yesus Kristus. Hanya saja, Maria, yang langsung mengikuti Yesus Putranya dan mendahului semua manusia lain, telah menikmati kepenuhan keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus, yakni mulia dengan jiwa dan badan di surga. Dan, perlu kita sadari bahwa hak istimewa ini dimiliki oleh Bunda Maria karena ia dipersatukan secara erat dengan karya penebusan Putranya.
Selama ini kita sedikit gagal paham soal pengangkatan Maria ke surga. Banyak di antara kita mencampuradukkan antara pemahaman tentang ‘Yesus naik ke surga’ dengan ‘Maria diangkat ke surga’. Kita mengira bahwa kedua istilah atau kata itu (‘naik’ dan ‘diangkat’) sama saja; sehingga kadang-kadang pemakaiannya saling tukar.
Naik ke surga berarti dengan kekuatan sendiri masuk ke dalam surga; dan tak seorang pun dapat naik ke surga, kecuali Dia yang datang dari surga, yaitu Anak Manusia (Yoh. 3:13). Hanya Yesus, Tuhan, yang dapat naik surga. Sementara terangkat ke surga berarti masuk ke surga bukan atas kekuatan sendiri, melainkan kekuatan lain di luar dirinya. Maria disebut ‘terangkat ke surga’, artinya ia masuk ke dalam surga bukan karena kekuatannya sendiri melainkan karena kuasa Tuhan.
Gara-gara gagal paham terhadap kedua kata itu, beberapa orang mengira bahwa orang Katolik percaya Maria ‘naik ke surga’. Padahal, itu sama sekali tidak benar. Kristus, dengan kekuatannya sendiri, naik ke surga (Inggris: ascension); sedangkan Maria diangkat ke surga oleh Allah (Inggris: assumption). Dia tidak melakukan itu dengan kekuatannya sendiri, tapi atas kehendak dan kuasa Allah semata. Allahlah yang mengangkat Maria ke surga.
Dengan menyebut frasa ‘diangkat ke surga’, yang dimaksudkan adalah baik tubuh maupun jiwa secara utuh, dan bukan hanya jiwa, masuk ke dalam surga oleh kuasa Tuhan. Makanya, dalam Kitab Suci disebutkan bahwa ‘Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah’ (Kej. 5:24). Elia juga begitu. Ia terangkat ke surga, meski dengan cara yang sedikit berbeda (2 Raj. 2:11). Nah, Gereja Katolik percaya bahwa Maria terangkat ke surga dengan cara yang sama, meski secara umum diyakini bahwa dia meninggal dunia terlebih dahulu sebelum terangkat ke surga.
Dalam postingan sebelumnya, ‘Gereja Katolik Percaya bahwa Bunda Maria Diangkat ke Surga‘ saya sudah paparkan bahwa kita tidak akan pernah menemukan ayat-ayat Kitab Suci yang secara eksplisit menceritakan tentang peristiwa pengangkatan Maria ke surga. Lalu, bagaimana Gereja dapat mengajarkan bahwa Maria diangkat ke surga, sementara Kitab Suci tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu?
Satu-satunya cara seseorang dapat mengetahui tradisi yang tidak tertulis ini adalah dengan ‘mengarahkan telinganya pada mulut Gereja’ (baca: mendengar pengajaran Gereja). Sebab, jika Gereja hanyalah kumpulan orang-orang yang diselamatkan – dan tidak ada yang memiliki otoritas nyata atas orang lain – maka Kitab Suci tidak akan menggembar-gemborkan Gereja sebagai pilar dan dasar kebenaran (1 Tim. 3:15) yang harus kita dengarkan (Mat. 18:17).
Hal penting yang menunjukkan bahwa Maria diangkat ke surga adalah tidak ditemukannya tulang belulang dari Maria, di manapun di dunia ini. Padahal, kita tahu bahwa sejak dulu, orang Kristen memberi penghormatan yang besar terhadap orang-orang kudus. Banyak orang Kristen begitu bangga jika tempatnya dikenal sebagai tempat peristirahatan terakhir dari orang-orang suci. Roma, misalnya, terdapat makam Petrus dan Paulus. Nah, sejak abad-abad awal kekristenan, peninggalan orang-orang kudus ini dijaga ketat dan sangat dihargai. Tulang-tulang mereka dikumpulkan dan diawetkan.
Nah, kita tahu bahwa Maria mengakhiri hidupnya di Yerusalem, atau mungkin di Efesus. Namun, tidak satu pun dari kota-kota itu maupun kota yang lain yang mengklaim jasadnya, meskipun ada klaim tentang makamnya (sementara). Lantas, mengapa tidak ada kota yang mengklaim tulang Maria? Rupanya karena tidak ada tulang untuk diklaim, dan orang-orang tahu itu. Maria, tentu saja yang paling istimewa dari semua orang kudus, tetapi kita tidak memiliki catatan tentang jasadnya yang disimpan di mana pun. [bersambung]
Referensi:
Tay, Stefanus & Listiati, Inggrid. 2016. Maria, O Maria. Bunda Allah, Bundaku, Bundamu. Surabaya: Penerbit Murai Publishing.
Pidyarto, H. 2015. Mempertanggungjawabkan Iman Katolik. Malang: Penerbit Dioma.
Dister, Nico Syukur. 2004. Teologi Sistematika 2. Yogyakarta: Kanisius.
https://www.catholic.com/magazine/print-edition/how-to-argue-for-marys-assumption
https://www.catholic.com/magazine/print-edition/assumptions-about-mary
https://www.catholic.com/qa/where-in-the-bible-does-it-say-that-mary-was-assumed-into-heaven
https://www.catholic.com/tract/immaculate-conception-and-assumption
Mengapa Saudara berkata bahwa Bunda Maria mengakhiri hidupnya di Yerusalem?, Kata mengakhiri itu tentu seolah-lolah Buda Maria berkuasa atas hidupnya, atau dan dengan kata “mengakhiri” seperti Anda tuliskan ini, seolah-olah Bunda Maria itu benar-benar bunuh diri di Yerusalem. 😢