Curhatan Paulus dan Ajakan Yesus untuk Tidak Mengabdi kepada Mamon: Renungan Harian Katolik, Sabtu 10 November 2018 — JalaPress.com; Bacaan I: Flp. 4:10-19; Injil: Luk. 16:9-15
Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan, bacaan pertama hari ini berisi tentang curhatan Paulus kepada jemaat di Filipi. Paulus menulis curhat-nya itu dengan penuh perasaan, hal itu tampak dari kalimat-kalimatnya.
Ia merasakan adanya perhatian yang luar biasa dari jemaat di Filipi. Tampaknya orang Filipi pernah cuek terhadap Paulus, makanya Paulus bilang, “Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku” (Flp. 4:10a).
Paulus akui bahwa memang selama ini jemaat di Filipi menaruh perhatian terhadapnya, tetapi mereka pernah tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan perhatian itu terhadapnya (Flp. 4:10b).
Paulus menceritakan banyak hal mengenai bagaimana orang di Filipi memperlakukan dia ketika pertama kali dia mewartakan Injil. Sampai akhirnya orang-orang Filipi memberikan perhatian yang cukup terhadapnya, bahkan mereka juga sering mengirimkan bantuan untuknya.
Dari sekian deretan curhatan Paulus ini, saya merasa ada satu kalimat yang luar biasa diucapkannya, yaitu ketika dia menuliskan: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Flp. 4:13). Kalimat seperti ini hanya bisa keluar dari seseorang yang sungguh-sunggu mengandalkan Tuhan dalam hidupnya.
Paulus memberi kita contoh untuk itu. Ia dimasukkan ke dalam penjara dan keluar lagi sebagai orang yang tidak mempunyai apa-apa. Ia hanya mengandalkan bantuan dari jemaat yang dilayaninya, tetapi ia selalu merasa cukup. Ia bersyukur kepada Tuhan untuk semua itu.
Persis di sini letak masalah kita. Kita seringkali gusar dan gelisah karena selalu merasa tidak cukup. Kita selalu merasa sebagai orang yang paling sengsara di dunia ini. Kita lupa bahwa di luar sana banyak sekali orang yang tidak mempunyai apa-apa, tetapi mereka diam-diam saja.
Masalah kita sebetulnya bukan karena kita berkekurangan, tetapi karena kita tidak tahu bersyukur. Orang yang tidak tahu bersyukur memang tidak akan pernah merasa cukup dalam hidupnya.
Kita mesti belajar dari Paulus bahwa tidak ada persoalan yang tidak bisa terselesaikan. Memang, dengan kekuatan sendiri kita tidak bisa. Tetapi, segala perkara itu dapat terselesaikan di dalam Tuhan, Dia yang senantiasa memberikan kepada kita kekuatan dan kemampuan.
Sebenarnya, yang paling membuat kita merasa tidak cukup adalah karena kita hanya berfokus pada harta duniawi. Kita dikuasai oleh mamon. Segala perhatian kita dikerahkan untuk mengejar harta. Maka, memang, jangan harap kita tahu bersyukur kepada Tuhan, jika hati kita hampir seluruhnya jatuh pada harta duniawi.
Yesus berkata: “Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Luk. 16:13).
Orang bilang, ‘uang adalah raja’. Jika seseorang sudah berada di bawah kuasa uang, biasanya hal yang lain dilupakan. Banyak orang terlihat sangat religius, ke mana-mana sok gamis, tetapi ketika berhadapan dengan uang, tergiur juga. Itu baru perkara kecil, dan sudah terbukti tidak setia. Yesus dengan jelas berkata: “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Luk. 16:10).
Ketika Tuhan memberi kita rezeki, itu harus dilihat sebagai berkat sekaligus ujian. Berkat, karena dengan itu Tuhan membantu kita dalam mengatasi perkara dan kebutuhan kita. Tetapi sekaligus ujian, karena dengan itu juga Tuhan ingin tahu apakah kita masih setia kepada-Nya ketika segala kebutuhan kita sudah tercukupi seperti itu?
Banyak kali, ketika orang kenyang, mereka lupa Tuhan. Ketika orang sudah terpenuhi semua kebutuhannya, mereka biasanya tidak mau lagi percaya pada Tuhan. Nah, di situlah kita ditantang, apakah kita masih percaya kepada Tuhan ketika kita sudah mempunyai segala-galanya?
Idealnya, harta duniawi itu dipakai sebagai sarana, bukan tujuan dari hidup kita. Tujuan hidup kita bukan untuk mengejar harta duniawi, tapi untuk bisa bersatu dengan Sang Pencipta. Harta duniawi hanya sebagai sarana yang dapat kita pakai untuk membantu kita supaya suatu saat kelak, kita bisa bersatu dengan Tuhan. Caranya: yaitu dengan menggunakan apa yang kita miliki itu dengan sebaik-baiknya, secara jujur, dan jika memungkinkan dipergunakan untuk menolong orang lain. Semoga.