‘Jika kamu tidak melihat tanda dan mukjizat, kamu tidak percaya’ merupakan kalimat yang diucapkan oleh Yesus di hadapan seorang pegawai istana di Kapernaum (yang konon katanya adalah seorang kafir) yang menemui dan meminta Dia supaya datang ke rumahnya dan menyembuhkan anaknya yang sedang sakit (teks lengkapnya lih. Yoh. 4:43-54). Mengapa kata-kata yang terdengar keras itu dilontarkan oleh Yesus di hadapan orang tersebut? Jawabannya: karena ada gejala umum yang terjadi saat itu bahwa orang baru mau percaya kepada Yesus kalau mereka sudah melihat tanda-tanda yang dikerjakan-Nya.
[postingan number=3 tag= ‘tuhan-yesus’]
Perlu diperhatikan bahwa perjumpaan antara Yesus dengan pegawai istana yang kafir itu terjadi di Galilea. Dan, Galilea adalah daerah tempat tinggal dan kegiatan pertama dari Yesus. Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. Sudah ada pengalaman sebelumnya bagaimana Ia ditolak oleh orang-orang seasal-Nya itu (lih. Mat. 13:57; Mrk. 6:4; Luk. 4:24).
Tapi, kali ini Ia diterima. Orang-orang Galilea menyambut Dia. Apakah mereka sudah insaf? Rupanya bukan itu alasannya. Ada dua alasan mengapa sekarang mereka menerima Yesus. Pertama, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan oleh di Yerusalem selama hari raya Paskah’ (Yoh. 4:45). Sebab, pada pesta itu, orang-orang Galilea juga ada di sana. Apa yang dikerjakan-Nya selama berada di Yerusalem? “Sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya dalam nama-Nya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakan-Nya” (Yoh. 2:23). Kedua, karena sebelumnya di Kana (masih termasuk wilayah Galilea), Yesus pernah membuat air menjadi anggur.
Jika demikian, apa maksud di balik penerimaan orang-orang Galilea terhadap kedatangan Yesus, dan ucapan keras Yesus terhadap pegawai istana yang kafir itu? Penafsir Kitab Suci menyebutkan bahwa barangkali ini cara pengarang untuk mengatakan bahwa orang-orang dari tempat asal-Nya di Galilea terlalu terpesona oleh mukjizat-mukjizat saja, dan bahwa satu-satunya jawaban yang mungkin bagi Yesus, dalam hal ini, akan ditunjukkan oleh pegawai istana yang kafir (Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 2002, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 170).
Yesus tidak ingin orang percaya kepada-Nya hanya kalau mereka melihat tanda-tanda ajaib yang dikerjakan-Nya. Jangan sampai iman kita tergantung pada tanda-tanda lahiriah dan menakjubkan. Apa yang lebih penting adalah terbuka dan mau menerima kekuatan Yesus yang memberikan kehidupan. Dan, itu yang terjadi dengan pegawai istana yang kafir itu. Ia tidak menuntut banyak. Dia hanya memohon: “Tuhan, datanglah sebelum anakku mati”. Apa yang terjadi setelahnya? Yesus berkata kepada-Nya: “Pergilah, anakmu hidup!” Dan, benar saja, anaknya sembuh.
Di sini kita melihat bahwa pada akhirnya Yesus toh menunjukkan suatu tanda kepada pegawai istana itu. Dan, Yohanes mencatat bahwa ‘itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea’ (Yoh. 4:54). Tapi, sebelum tanda itu diketahui oleh pegawai istana itu, ia sebenarnya sudah terlebih dahulu percaya kepada Yesus. Penginjil Yohanes mencatat bahwa ‘orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya” (Yoh. 4:50).
Ini menunjukkan bahwa tanda-tanda itu memang penting, tapi maknanya yang terdalam harus dipahami terlebih dahulu; supaya orang tidak terpesona oleh mukjizat-mukjizat saja. Artinya, jangan sampai tanda-tanda dan mukjizat ‘yang terlihat’ menjadi penentu untuk percaya atau tidak. Sebab, Tuhan tidak melulu hadir dalam tanda-tanda ajaib dan menakjubkan. Adakalanya Ia menyapa kita lewat pengalaman biasa sehari-hari.
Sekali lagi, perhatikan, untuk menyembuhkan anak dari pegawai istana itu, Yesus tidak perlu harus ke rumahnya. Ia hanya berkata-kata. Di sini sangat jelas ada tanda penyembuhan jarak jauh. Apa yang dikatakan Yesus dalam penyembuhan itu disebut tiga kali. Itu berarti bahwa Sabda Tuhan itu memberi hidup, asalkan kita sungguh-sungguh percaya kepada-Nya. Karena itu, dengarkanlah Tuhan berbicara, dan jangan terlalu sering meminta tanda dan mukjizat. Ingat, Gereja bukan tempat pertunjukkan, dan Tuhan bukan tukang sulap.