Perayaan ini seringkali disalah-artikan sebagai perayaan hantu, penyihir, drakula atau zombie. Padahal, halloween dalam konteks iman Katolik tentu saja bukan perayaan hantu, penyihir atau zombie.
Halloween adalah perayaan vigili menjelang Hari Raya Semua Orang Kudus. Oleh karena itu, istilah ‘halloween‘ merupakan istilah khas Katolik, dan bukan tradisi sekuler. Sesungguhnya tradisi sekulerlah yang mengambil nama ‘halloween‘ pada tahun 1800-an, sehingga pengertian yang tadinya rohani menjadi sekuler.
Namun demikian, iman Katolik tidak goyah meskipun banyak upaya dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk menghancurkan Gereja Katolik; sebab Yesus sendiri telah berjanji untuk menjaga Gereja-Nya hingga akhir jaman (Mat. 28:18-20).
Pada mulanya, Perayaan Semua Orang Kudus dirayakan pada setiap tanggal 13 Mei, namun Paus Gregorius III, ketika ia mengkonsekrasikan Kapel Semua Orang Kudus di Basilika St. Petrus pada abad ke-3, memindahkannya pada 1 November.
Pada tahun 998, St. Odilo menambahkan satu perayaan lain, yaitu perayaan untuk Semua Arwah Kaum Beriman. Hal itu dirayakan untuk menggambarkan bahwa hubungan umat beriman tetap dan tidak terputuskan oleh kematian.
Dibuatnya perayaan-perayaan ini berdasarkan keyakinan Gereja Katolik bahwa para orang kudus yang ditempatkan oleh Allah di surga. Apalagi, Kitab Suci mencatat dalam banyak ayat dan perikop tentang para orang kudus. Kali ini penulis merujuk pada ayat-ayat Perjajian Baru, misalnya dalam Mat. 27:52-53, yang berbicara tentang terbukanya kubur para kudus pada waktu Yesus bangkit. Para Kudus tersebut keluar dan masuk kota kudus dan memperlihatkan diri kepada orang banyak. Juga, ada cerita tentang doa orang-orang kudus dan gambaran persembahan mereka (Why. 5:8, 8:3-4).