12.5 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Hukum Tabur-Tuai a la Paulus: Apa yang Kita Tabur, Itu yang Kita Tuai

Kita pasti sudah sering mendengar konsep tentang tabur-tuai. “Apa yang kita tabur, itu yang kita tuai.” Paulus dalam suratnya kepaa jemaat di Korintus merumuskannya dengan kalimat yang sangat bagus. Ia berkata: “Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Kor. 9:6).

Apa yang dikatakan oleh Paulus itu sangat benar. Dalam dunia pertanian, misalnya, jika kita menanam padi hanya dalam satu petak kecil, maka jangan pernah berharap bahwa hasilnya nanti akan sama jumlahnya dengan mereka yang menanam padi dalam sepuluh petak besar. Itu jelas tidak mungkin. Kita menunai sesuai dengan seberapa banyak yang kita tanam. Maka, jika  kita mau supaya mendapatkan hasil yang banyak, berarti kita harus menabur banyak.

Sekali lagi, kita menuai dari apa yang kita tabur. Ini berlaku juga dalam hidup keseharian kita. Jika kita banyak menabur kebaikan, maka banyak pula kebaikan yang kita dapat. Jika kita menabur hanya sedikit kebaikan, maka hanya sedikit itu pula yang kita dapatkan.

Karena itu, kita diminta supaya tidak pelit dalam menabur kebaikan. Taburlah kebaikan sebanyak-banyaknya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa orang yang ikhlas menaburkan banyak kebaikan, akan banyak mendapatkan kebaikan pula. Biasanya, jika orang baik berada dalam masalah dan membutuhkan pertolongan, orang lain tidak akan berpikir panjang untuk memberi bantuan.

Tetapi sebaliknya, orang yang selama hidupnya pelit dan tidak mau menaburkan kebaikan, hidupnya susah. Jika orang seperti itu berada dalam masalah dan membutuhkan pertolongan, biasanya orang berpikir panjang untuk memberikan bantuan kepadanya. Nah, begitulah hidup kita ini. Kita akan menuai, hanya jika kita pernah menabur. Kalau kita tidak menabur apa-apa, kita juga tidak akan menuai apa-apa.

Karena itu, Paulus mengajak kita supaya taburlah kebaikan. “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2 Kor. 9:7).

Banyak orang mengatakan bahwa mereka sebenarnya siap berbagi, tapi tidak tahu apa yang harus dibagi. Mereka merasa serba kurang dalam segala hal. Memang, kita akan selalu merasa serba kekurangan. Tetapi, sabda Tuhan mengingatkan kita: “Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Kor. 9:8).

Ketika Tuhan meminta kita untuk menabur, Ia sebenarnya sudah memberi kita benihnya. Ia sudah melimpahkan segala kasih karunia-Nya itu kepada kita. Kita sudah memilikinya. Hanya saja kita tidak melihatnya; atau karena kita tidak pernah bersyukur atas apa yang sudah ada. Kita selalu ingin mendapatkan sesuatu yang lebih.

Yesus mengajarkan kepada kita tentang pengorbanan. Ia bersabda: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh. 12:24).

Benih itu harus ditaburkan ke tanah supaya bisa tumbuh. Ketika kita menaburkan sesuatu, dalam arti tertentu kita berkorban. Kita menaburkan benih kebaikan kepada orang lain. Kita mengorbankan waktu kita, tenaga kita, pikiran kita, bahkan materi kita. Itu tidak akan percuma. Yakinlah akan ada manfaatnya. Orang yang kita bantu itu akan membantu juga orang-orang yang ada di sekitarnya, bahkan boleh jadi termasuk kita juga. Pengorbanan kita menghasilkan buah banyak, karena makin banyak orang akan saling membantu satu sama lain.

Lebih jauh dari sekedar mengorbankan tenaga, waktu, dan materi, Yesus bersabda: “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal” (Yoh. 12:25).

Yesus memberi jaminan. “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh. 12:26). Pengorbanan diri kita akan diganjar oleh Tuhan.

Tuhan mau supaya hidup kita bermanfaat bagi orang banyak, bahkan kalau perlu sampai tetes darah penghabisan.

Jadikanlah diri kita berguna bagi orang banyak, orang-orang yang kita jumpai setiap hari, mereka yang ada di sekitar kita, orang-orang yang membutuhkan kehadiran dan pertolongan kita. Kita harus mempunyai orientasi keluar, yaitu demi orang banyak – bukan demi diri sendiri. Jadi, fokus kita adalah keluar, bukan ke dalam diri sendiri. Semoga kita menjadi orang-orang yang siap menaburkan benih kebaikan, siap menaburkan aneka perbuatan baik, bahkan jika itu menuntut pengorbanan diri. Kita siap mengorbankan apa saja, termasuk diri pribadi. Yakinlah, Tuhan akan memperhitungkan semuanya; dan Ia akan memberikan kepada kita ganjaran setimpal dengan perbuatan baik dan pengorbanan kita; sebab memang tidak ada pengorbanan yang sia-sia.

avatar
Jufri Kano, CICM
Terlahir sebagai 'anak pantai', tapi memilih - bukan menjadi penjala ikan - melainkan 'penjala manusia' karena bermimpi mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta & Maryhill School of Theology, Manila - Philippines. Moto tahbisan: "Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga" (Luk. 5:5). Penulis dapat dihubungi via email: jufri_kano@jalapress.com.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini