-1 C
New York
Sunday, February 9, 2025

Mengapa Nikah di Gereja Katolik Ribet?

Pemuda bernama Kesalianus bertanya kepada seorang pegawai sekretariat parokinya, “Mengapa nikah di Gereja katolik Harus Urus ini, urus itu? Kok seperti birokrasi pemerintahan saja? Kan yang menikah dan menjalaninya kita sendiri. Kenapa harus repot begitu?

[postingan number=3 tag= ‘perkawinan-katolik’]

Nikah menurut Katolik

Meskipun Katolik, rupanya Mas Kesalianus tidak memahami perkawinan dalam agamanya sendiri. Apa sih perkawinan menurut Gereja Katolik? 

Pengertian Perkawinan menurut Gereja Katolik ada dua. Pertama menurut Hukum Gereja. Ya,  Gereja juga mempunyai undang-undangnya. Kitab undang-undang itu disebut Kitab Hukum Kanonik (KHK). 

Menurut Hukum Gereja, perkawinan adalah sebuah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk membangun kebersamaan seumur hidup.

Dari arti ini, ada tiga hal yang penting yaitu: Satu, bentuk dari perjanjian itu adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan. Ingat! seorang pria dan seorang wanita, bukan rombongan. Tidak ada kawin berjemaah. Dua, objek dari perjanjian itu adalah kebersamaan seluruh hidup. Kebersamaan ini bukan berarti kalau ke toilet harus bersama-sama, dsbnya. Artinya jangan ada pihak ketiga. Tiga, hasil dari janji itu ialah hak atas kebersamaan seluruh hidup, termasuk hak untuk melakukan hubungan suami istri. Inti dari perkawinan katolik adalah janji dari kedua belah pihak dan janji itu adalah janji atas dasar cinta.

Kedua, secara teologis, perkawinan adalah sakramen. Sakramen artinya lambang atau simbol keladaran yang menciptakan karya Allah. Dasar biblisnya adalah Ef 5: 11-33. Dalam teks ini dikatakan bahwa hubungan suami istri tidak hanya luhur dan mulia, tetapi sifatnya ilahi karena dikehendaki oleh Allah dan menunjuk pada kesatuan Kristus dan Gerejanya.

Tapi apakah semua perkawinan Katolik sakramen?

Yang disebut perkawinan sakramen adalah perkawinan antara sesama yang dibabtis, antara katolik dengan katolik dan antara katolik dengan kristen [perlu menggunakan tanda petik yaitu kristen yang rumusan pembabtisannya atau oleh oleh Gereja Katolik]. Diluar itu perkawinan hanya disebut perkawinan sah atau legal.

Tujuan perkawinan Katolik

Orang menikah pasti punya tujuan, bukan? Perkawinan Katolik memiliki tiga tujuan yaitu:

Pertama, untuk kesejahteraan suami istri. Kesejahteraan tidak hanya secara ekonomi. Tidak. Tapi terkait relasi antarpribadi suami istri, persekutuan jiwa dan hati untuk saling membantu, menolong setiap hari.

Kedua, untuk kelahiran anak, yang berarti perkawinan yang sah dari suami-istri memiliki maksud untuk melahirkan anak. Jika kawin hanya untuk kepentingan sesaat, politik, bisnis tanpa menghendaki kelahiran anak, maka perkawinan itu bertentangan dengan hakekat dan tujuan perkawinan katolik.

Nah, kalau dalam perjalanan waktu, suami istri yang sudah menikah tidak dikarunia anak, ya tidak masalah. Perkawinan mereka tetap sah.

Ketiga, pendidikan anak. Pendidikan ini tidak hanya pendidikan jasmani, seperti sekolah formal, tetapi juga pendidikan iman anak misalnya membabtisnya dalam Gereja Katolik, mengajar dan menghayati iman dengan baik.

Ciri-ciri Perkawinan Katolik (PK)

PK memiliki ciri-ciri monogami dan tidak terceraikan. Apa alasannya?

Pertama, perkawinan katolik itu sakramen, sakral dan kudus karena perkawinan merupakan tanda nyata relasi Kristus dengan Gerejanya. Cinta Kristus ini bersifat total, penuh dan berlangsung abadi. Kesetiaan cinta seperti itu hanya bisa ditandai oleh perkawinan monogami.

Kedua, perkawinan katolik itu berciri tidak terceraikan karena perkawinan seorang pria dan wanita tidak dapat diceraikan oleh ras kecuali oleh maut. Artinya, sampai satu orang dari pasangan meninggal, baru pasangannya yang masih hidup bebas menikah lagi.

Ciri kedua ini juga dibagi dalam dua dimensi lagi yaitu tak terteceraikan berisfat absolut dan tak terceraikan bersifat relatif.

Tak terceraikan yang absolut artinya tak seorangpun dapat menceraikan pasangannya, kecuali maut memisahkan. Sifat absolut ini melekat pada perkawinan yang sah secara hukum, sakramental dan sudah melakukan konsumasi (hubungan suami istri).

Sedangkan tak terceraikan bersifat relatif adalah perkawinan bisa “dibatalkan atau dianulir” adanya halangan dan larangan sehingga perkawinan itu cacat secara hukum. Gereja memiliki wewenang untuk memutuskannya. Tentu saja berdasarkan kasus dan obyektifitas.

Namun pada prinsipnya, perkawinan tak bisa diceraikan. Beberapa kasus-kasus yang mana Gereja memberi wewenang untuk memutuskan perkawinan diantaranya ialah kasus perkawinan antara katolik dan non katolik yang dilakukan secara langsung di Gereja, perkawianan antara katolik dengan katolik atau dengan kristen tapi belum konsumasi (hubungan badan) dan perkawinan antara dua orang non babtis.

Sekali lagi, Gereja sangat menjunjungtinggi martabat dab nilai perkawinan dan keluarga. Perkawinan yang mengarah pada terbentuknya pranata sosial harus perlu dijaga. Sebab  Dari keluarga muncul manusia berkualitas dan manusia bermasalah. Kualitas keluarga menentukan kualitas masyarakat. Keluarga sehat, masyarakat bangsa sehat juga. Keluarga sejahtera, negara juga sejahtera. Keluarga bermasalah, masyarakat juga pasti bermasalah. 

Nah apakah Perkawinan Katolik itu ribet? Tidak. Tujuan  Gereja adalah untuk menjaga keluhuran perkawinan dan keluarga. Gereja memghormati perkawinan dan kehidupan keluarga. 

avatar
RP Tarsi Asmat, MSF
Anak kampung suka mancing. Kalau dipancing pasti dikencing. Kalo sudah dikencing pasti ketawa. Kena kerjain loh!

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini