Saya sering berdiskusi dengan orang-orang non-Katolik. Salah satu hal yang biasa mereka tanyakan adalah keberadaan Maria, ibu Yesus, yang sangat dihormati oleh umat Katolik.
[postingan number=3 tag=”patung”]
Tampaknya, tidak sedikit dari mereka gagal paham terhadap penghormatan orang Katolik terhadap Maria; dan seolah-olah orang Katolik menempatkan Maria sama seperti Yesus. Maka, sebagai seorang Katolik, saya merasa mempunyai tanggung jawab untuk memberikan jawaban dan penjelasan secukupnya; dengan harapan mereka bisa paham.
Ada beberapa potongan ayat Kitab Suci yang biasa mereka kutip sebagai dasar untuk mengkritik praktik penghormatan terhadap Maria dalam Gereja Katolik. Pertama, dalam Kitab Suci dikatakan bahwa ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. Lalu seseorang berkata kepada-Nya:
“Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.” Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepada-Nya, “Siapa ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku?” Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya, “Inilah ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapa saja yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan dan ibu-Ku” (Mat. 12:46-50).
Menurut teman diskusi saya, Yesus pada ayat itu menyangkal atau tidak mengakui ibu-Nya. Benarkah? Jawabannya: tentu tafsiran ini sangatlah keliru. Adapun perkataan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus pada ayat di atas merupakan majas retorik yang sesungguhnya tidak memerlukan jawaban. Dan memang, orang-orang yang mendengarkan Yesus tidak memberikan jawaban sedikitpun.
Apa itu majas retorik? Majas retorik adalah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban; karena memang tujuannya sekedar untuk menegaskan, menyindir, atau membangkitkan pola pikir.
Jelaslah, Yesus pada perikop itu sama sekali tidak bermaksud menyangkal ibu-Nya, melainkan menegaskan bahwa yang mau mengikuti Dia harus seperti Maria, ibu-Nya, yang melakukan kehendak Allah (lih. Luk. 1:26-66, 2:29-35).
Kedua, dikatakan juga bahwa ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau. Tetapi Ia berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk. 11:27-28).
Lagi-lagi teman diskusi saya mengutip ayat itu untuk menunjukkan bahwa Yesus menyangkal ibu-Nya. Sekali lagi, ayat yang bunyinya seperti ini sama sekali tidak bermaksud untuk menyangkal melainkan sekedar memberikan penegasan.
Ketiga, dikatakan juga bahwa ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” 2:49 Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa “Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Luk. 2:48-49).
Teman-teman diskusi saya memberikan penafsiran atas ayat ini. Menurut mereka, di dalam ayat itu Yesus jelas-jelas melawan orangtuanya. Namun, sekali lagi, penafsiran seperti ini sangatlah keliru dan menyesatkan. Yesus pada ayat tersebut memakai majas retorik, sehingga kedua orangtuanya tidak menjawab, karena itu bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban.