8.1 C
New York
Thursday, November 20, 2025

Mengasihi Tuhan Jangan Setengah-setengah — Renungan Harian

Mengasihi Tuhan Jangan Setengah-setengah: Renungan Harian Katolik, Minggu 4 November 2018 — JalaPress.com; Bacaan I: Ul. 6:2-6; Bacaan II: Ibr. 7:23-28; Injil: Mrk. 12:28b-34

Dalam bacaan pertama hari ini, kita mendengar bahwa Musa mengingatkan orang Israel bahwa Tuhan itu esa. Tidak ada lagi di atas Tuhan. Hanya Tuhanlah satu-satunya Pencipta langit dan bumi serta segala isinya. Karenanya, sudah sepatutnya hanya pada Dialah kita percaya dan menaruh harapan. Tidak boleh ada sesembahan lain selain Dia.

Peringatan yang diberikan oleh Musa kepada bangsa Israel itu bunyinya sangat keras: “Lakukanlah itu dengan setia supaya lanjut usiamu dan baik keadaanmu”. Kalau tidak, barangkali akan terjadi sebaliknya.

Konteks dari teks ini adalah adanya kenyataan bahwa orang-orang Israel menduakan Tuhan. Mereka menyembah sesembahan lain selain Tuhan. Mereka membelot dari jalan yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Hati mereka keras seperti batu, padahal Musa sudah berkali-kali mengingatkan mereka.

Orang Israel diminta supaya kalau mengasihi Tuhan jangan setengah-setengah. “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:5). Mengasihi Tuhan tidak boleh setengah hati. Jangan sampai sebagian hati mengasihi Tuhan, sebagian lainnya entah ke mana. Jangan juga mengasihi Tuhan setengah jiwa. Begitu pula jangan mengasihi Tuhan setengah kekuatan saja, sementara sebagian lagi di taruh di tempat lain. Penulis Kitab Suci bilang ‘segenap’, artinya seluruhnya.

Allah yang satu itu peduli terhadap kehidupan manusia. Maka, Ia mengirim utusannya, yaitu  para nabi, untuk mengingatkan manusia, tetapi sayangnya mereka tetap keras kepala. Bahkan, para nabi yang diutus itu mereka bunuh. Hingga akhirnya Allah sendiri turun gunung. Ia masuk ke dalam kehidupan manusia supaya memperbaiki kehidupan manusia itu dari dalam.

Tetapi Allah tidak mungkin turun begitu saja kalau Ia tidak masuk lewat pintu manusia. Ia tidak bisa turun dengan cara melayang-layang dari langit. Ia harus masuk lewat pintu manusia, yaitu dilahirkan sebagai manusia. Ia harus lahir dari rahim manusia supaya bisa diterima dengan mudah oleh manusia. Makanya, kita mengenal istilah ‘inkarnasi’, in artinya masuk, dan carne artinya daging. Inkarnasi berarti firman yang masuk ke dalam daging (Yoh. 1:14).

Peristiwa inkarnasi itu terpenuhi di dalam diri Yesus Kristus. Kedatangan-Nya mengangkat kembali derajat manusia yang sudah jatuh akibat dosa. Yesus mengembalikan keadaan kita sebagai citra Allah.

Sama seperti Musa, Yesus sekali lagi mengingatkan bangsa Israel, kata-Nya: “Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan itu esa” (Mrk. 12:29). Tuhan yang esa itu harus dikasihi sepenuh hati, sepenuh jiwa, dan sepenuh kekuatan. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (Mrk. 12:30).

Yesus menggarisbawahi ajaran kasih ini sebagai perintah yang utama. Ia meminta kepada orang Israel dan tentu saja kepada kita juga supaya mengasihi Tuhan dan sesama. Kita tidak bisa mengasihi Tuhan tapi pada saat yang sama kita membenci sesama. Yohanes menuliskan: “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allahdan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1 Yoh. 4:20).

Jangan menjadi pendusta. Jujurlah pada Tuhan, sesama, dan diri sendiri. Tuhan sudah begitu baik terhadap kita. Itu tandanya Dia mengasihi kita. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh. 4:19).  Maka, sebagai balasannya, kita juga harus mengasihi Tuhan yang sudah terlebih dahulu mengasihi kita itu. Ingat juga bahwa orang yang mengaku mengasihi Tuhan, haruslah juga mengasihi sesamanya. Jangan berteriak menyebut nama Tuhan ketika menghancurkan hidup sesama.

Dalam Yesus, kita sekaligus mengasihi Tuhan dan sesama. Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Maka, kalau kita mengasihi Yesus, itu artinya kita mengasihi Tuhan; sekaligus juga karena Yesus adalah Allah yang menjadi manusia, maka, itu berarti bahwa kalau kita mengasihi Yesus, kita sebenarnya mengasihi sesama.

Jika kita sudah mengasihi Yesus dengan sepenuh hati, jiwa, dan kekuatan, maka kita dapat dengan mudah mewujudnyatakan kasih kita itu kepada saudara-saudari kita yang lain. Kasih kita kepada Yesus mendorong kita untuk menjadi agen kasih bagi siapapun yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Ingat, kita ini adalah citra Allah. Kita adalah foto copy dari gambar wajah Allah sendiri. Maka, kalau kita mengasihi Allah, mestinya juga kita mengasihi citra-Nya. Semoga kita semua mampu mengasihi Tuhan dan sesama tanpa setengah-setengah. Amin.

avatar
Jufri Kano, CICM
Terlahir sebagai 'anak pantai', tapi memilih - bukan menjadi penjala ikan - melainkan 'penjala manusia' karena bermimpi mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta & Maryhill School of Theology, Manila - Philippines. Moto tahbisan: "Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga" (Luk. 5:5). Penulis dapat dihubungi via email: jufri_kano@jalapress.com.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini