Peringatan Arwah dan Kebangkitan Orang Mati: Renungan Harian Katolik, Jumat 2 November 2018 — JalaPress.com; Bacaan I: 2 Makabe 12:43-46; Bacaan II: 1 Kor. 15:12-34; Injil: Yoh. 6:37-40
Setiap tanggal 2 November setiap tahun, secara khusus kita mengenang dan mendoakan arwah semua orang beriman. Makanya, di beberapa tempat, setiap tanggal 2 November selain diadakan Misa juga biasanya diisi dengan ziarah kubur.
Adapun pertanyaan yang biasa diajukan orang adalah: “Mengapa kita mendoakan arwah semua orang beriman? Apakah supaya mereka masuk surga? Tapi, bukankah itu urusan Tuhan? Lantas, apa faedahnya doa-doa kita buat mereka?”
Bagi kita orang Katolik, kebiasaan mendoakan orang mati tidak lepas dari apa yang tertulis di dalam Kitab 2 Makabe, seperti yang kita lihat pada bacaan pertama hari ini. Memang, Kitab 2 Makabe adalah yang paling jelas menceritakan dasar pengajaran mengenai doa bagi orang mati. Kita tahu bahwa Kitab Makabe merupakan bagian dari Kitab Deuterokanonika yang notabene hanya ada di daftar Kitab Suci orang Katolik. Maka wajarlah jika hanya kita orang Katolik yang mempunyai kebiasaan mendoakan orang mati.
Dalam bacaan pertama hari ini diceritakan bahwa Yudas Makabe dan anak buahnya mendoakan jenazah pasukan yang gugur di medan pertempuran dan mengumpulkan uang untuk dikirimkan ke Yerusalem, sebagai kurban persembahan penghapus dosa. Perbuatan ini dipuji sebagai “perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan” (ay.43); sebab perbuatan ini didasari oleh pengharapan akan kebangkitan orang-orang mati.

Gereja Katolik mengajarkan bahwa tentulah Tuhan dan hanya Tuhan yang mempunyai kuasa untuk menentukan apakah seseorang yang meninggal itu masuk surga atau neraka. Namun, Gereja Katolik juga mengajarkan bahwa dengan adanya masa pemurnian di Api Penyucian, makanya doa-doa dari kita yang masih hidup, dapat berguna bagi jiwa-jiwa mereka yang sedang dalam tahap pemurnian tersebut, dan perbuatan ini sangat berkenan bagi Tuhan (lih. 2 Mak 12:38-45).
Lalu, ada yang bertanya begini, “Tapi kan kita tidak pernah tahu apakah Api Penyucian itu ada atau tidak?” Keberadaan Api Penyucian diungkapkan oleh Yesus secara tidak langsung pada saat Ia mengajarkan tentang dosa yang menentang Roh Kudus. Yesus bilang begini: “… tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak” (Mat 12:32). Dengan kalimat tersebut, Yesus sebenarnya mau mengajarkan kepada kita bahwa ada dosa yang dapat diampuni pada kehidupan yang akan datang. Padahal kita tahu bahwa di neraka, dosa tidak dapat diampuni, sedangkan di surga tidak ada dosa yang perlu diampuni. Maka, itu berarti bahwa pengampunan dosa yang ada setelah kematian hanya terjadi di Api Penyucian, walaupun Yesus tidak menyebutkan secara eksplisit istilah ‘Api Penyucian’ ini.
Keberadaan Api Penyucian memberi kita satu lagi isyarat bahwa memang ada kebangkitan orang-orang mati. Adanya kebangkitan orang mati inilah yang membuat doa-doa kita bagi sanak saudara kita yang sudah meninggal dunia menjadi berguna. “Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang mati itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati” (2 Makabe 12:44). Jika tidak ada kebangkitan orang mati, tidak perlulah kita mendoakan orang mati.
Kenyataan bahwa orang-orang mati akan bangkit, bukanlah harapan kosong. Paulus, dalam bacaan kedua hari ini, dengan sangat jelas mengatakan bahwa jika tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Jika Kristus tidak dibangkitkan maka sia-sialah iman kita (Bdk. 1 Kor. 16-17). Di sini, Paulus memberi penegasan bahwa Yesus benar-benar bangkit dari antara orang mati. Oleh sebab itu, sebagai orang beriman Katolik, kita percaya bahwa ada kebangkitan orang-orang yang sudah mati. Karena itu pula, maka doa-doa kita bagi orang mati tidak sia-sia. Dengan mendoakan mereka, berarti juga kita menaruh harapan akan kebangkitan mereka. Dan, sekali lagi, perbuatan ini sangat berkenan bagi Tuhan (lih. 2 Mak 12:38-45). Satu hal yang perlu diingat bahwa tradisi mendoakan orang mati sudah ada jauh sebelum Yesus, dan bisa dipastikan bahwa tradisi itu bukanlah tradisi yang asing bagi Yesus. Nah, Yesus saja tidak menghilangkan tradisi itu, lalu mengapa kita sebagai pengikut Yesus begitu berani untuk menghilangkannya?
Iman kita akan kebangkitan orang mati tidaklah muluk-muluk sebab Allah sendiri sudah memberi janji kepada kita soal kebangkitan itu. Kita sudah mendengar janji Allah itu pada bacaan Injil tadi. “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman” (Yoh. 6:39-40). Itulah janji Allah kepada kita.
Maka, semua sanak keluarga kita, tanpa kecuali, akan dibangkitkan. “Mereka yang berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang abadi, tetapi mereka yang berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh 5:29). Kapan itu terjadi? Secara definitif ‘pada hari kiamat’ (Yoh 6:39-40.44.54; 11:24) atau ‘pada akhir zaman’ (LG 48). Kebangkitan orang-orang mati berkaitan dengan kedatangan Kristus kembali. “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari surga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit” (1 Tes 4:16).
Kiranya, doa-doa dan persembahan kita bagi sanak keluarga kita yang sudah dipanggil Tuhan berkenan di hadapan Tuhan. Amin.


