Setiap tanggal 19 Maret, diperingati sebagai hari Pesta St. Yoseph (Santo Pelindung). Wartawan JalaPress.com, Silvester de Gea menghadiri acara peringatan St. Yoseph yang hari ini dirayakan dalam sebuah acara khusus di Gereja Paroki St. Yoseph Matraman-Jakarta, Selasa, (19/3/2019).
Kesempatan ini, dimanfaatkan sekaligus untuk sedikit menelusi kisah sejarah keberadaan gereja St. Yoseph Matraman. Tentang riwayat singkat dari gereja St. Yoseph Matraman ini, simak tulisan berikut ini.
Sejarah Gereja St. Yoseph Matraman
Gereja St. Yoseph Matraman – Jakarta, yang terletak di Jl. Matraman Raya, Nomor 127, Jakarta Timur, adalah salah satu gereja tua di yang ada Provinsi DKI Jakarta.
Pada tanggal 22 Juni 2019 nanti, gereja ini genap berusia 110 tahun. Kisah pembangunan gereja ini, berawal dari pembelian sebidang tanah di tepi Matramanweg pada 13 Desember 1906. Pada 28 Desember 1906, di lokasi ini terlebih dahulu dibentuk stasi (wilayah pra-otonomi dalam pelayanan umat Katolik-Red) oleh pastor PJ. Hoevenaars, SJ, dari Gereja Katedral.
Registrum Baptismale I, Ecclesia Catholicae quae est in Meester Cornelis in Insula Java, mencatat bahwa baptisan pertama dilaksanakan pada 22 Juni 1909 atas nama Christina Wilhelmina Cornelia. Christina, lahir pada 14 Mei 1909 merupakan anak pertama –berdarah Belanda, yang dibaptis di gereja ini. Pastor Johanes Djawa, SVD (Pastor Kepala Paroki 1989-1999) menetapkan tanggal pembaptisan tersebut sebagai penanda kelahiran Gereja St. Yoseph, Paroki Matraman.
Rencana pembangunan gedung dimulai pada 8 April 1923, dengan nilai bangunan sebesar 70.000 gulden. Maka pada 9 September 1923, dilaksanakan peletakkan batu pertama. Sedangkan pembangunan fisik memakan waktu 7 bulan. Pada waktu itu, tender pembangunannya dimenangkan oleh Algemeen Ingenieurs Architecten Bureau (Biro AIA).
Arsiteknya, ditangani oleh Ir. Frans Johan Lauwrens Ghijsels (1882-1947). Pria kelahiran Tulung Agung, 8 September 1882. Ia seorang arsitek yang cukup popular. Ia pernah menjadi arsitek untuk membangun gedung-gedung di kota Batavia, antara lain bangunan Stasiun Kota, Vrijmetselaarslogre (sekarang: Gedung Bappenas).
Demi mengenang jasanya, maka nama arsitek ini diabadikan pada prasasti di lantai Gereja Santo Yoseph Matraman, pasca renovasi tahun 2002 yang letaknya tepat pada posisi altar lama. Sedangkan gedungnya, diberkati oleh Mgr. Van Velsen, SJ pada tanggal 6 April 1924.
Pada awalnya, Gereja ini hanya menampung 400 orang umat, dari sekitar 1.052 orang umat pada waktu itu. Maka pada tahun 1970, gereja diperluas ke bagian kiri dan menyatu dengan rumah para pastor SVD (Societas Verbi Divini). Hasil perluasan ini, diberkati oleh Pastor C Van Iersel, SVD. Perluasan ini membentuk huruf ‘L’ sehingga dapat menampung 800 orang. Kemudian Pastor Jan Lali, SVD menjadi pastor kepala paroki pertama yang pribumi di gereja ini (1974-1979).
Realisasi pembangunan (renovasi) fisik dimulai tahun 2001 dengan arsitek Ir. Erawan Kartawidjaja. Setelah melalui proses konsultasi dengan Dinas Museum dan Pemugaran DKI, maka keluarlah IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) kedua pada 9 Juli 2001. Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2001, pada masa Pastor Johanes Madiaadnyana, SVD.
Selama 30 tahun, umat gereja ini didominasi orang Belanda. Sementara itu, pada tahun 1921 jumlah umat mencapai 1.052 orang, dan berkembang cukup pesat hingga 13.000 orang pada tahun 1985. Namun karena pemekaran wilayah pelayanan, umat di gereja ini pun tersebar ke berbagai wilyaha paroki yang lain. Hingga tahun 2018, jumlah umat di gereja telah mencapai 5.517 orang,
Editor: Silvester Detianus Gea
Sumber bacaan:
Adolf Heuken, SJ. 2007.200 Tahun Gereja Katolik di Jakarta. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
Nani Bl. de Rozari dan A. J. S. Tjokrowardojo. 2006. Di Bawah Lindungan Santo Yoseph, Refleksi Perjalanan Umat Paroki Matraman 1909-2006. Jakarta: Paroki Matraman.