Untuk kedua kalinya sejak pandemi Covid-19 mengguncang dunia, Gereja Katolik merayakan Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus ke surga secara terbatas dan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Karena itu, tak semua umat beriman bisa hadir secara fisik di tempat perayaan. Tetapi umat beriman tetap diajak berdoa di rumah atau mengikutinya melalui TV atau media lain yang menyiarkannya. Walau demikian, perayaan kenaikan Tuhan Yesus ini tak berubah maknanya.
Peristiwa kenaikan Yesus ke surga ini digambarkan secara ringkas oleh penulis Kisah Para Rasul yang dibacakan pada bacaan pertama hari ini. Setelah bangkit dari alam maut, Yesus dalam kurun waktu empat puluh hari, berulang kali menampakkan diri kepada para murid-Nya. Penampakan ini membuktikan kepada para murid bahwa Yesus hidup (Kis. 1:3). Dengan demikian, Ia meneguhkan iman dan harapan para murid-Nya agar tetap kuat dan tak gentar menghadapi aneka kesulitan, terutama agar mereka tak takut menjadi saksi-Nya sampai ke ujung bumi (bdk. Mrk. 16:15-20). Di bawah tuntunan Roh Kudus, para murid diutus ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa murid-Nya. Semua bangsa itu perlu mengenal ajaran Yesus melalui pewartaan para murid dan terutama karena sudah mengenal ajaran-Nya, mereka melaksanakannya dalam hidup.
Dalam menjalankan perutusan itu, para murid juga tak perlu takut, sebab mereka akan disertai oleh Yesus hingga akhir zaman (Mat. 28:20). Mereka akan menerima kuasa untuk menjadi saksi-Nya tidak hanya di Yerusalem, Yudea dan Samaria, tetapi juga sampai di ujung bumi (Kis. 1:8). Ini pesan sekaligus perintah agung Yesus sebelum meninggalkan para murid-Nya secara fisik dan naik ke surga.
Bacaan Pertama hari ini juga memberitahukan kepada kita bahwa setelah menyampaikan aneka pesan agung itu, Yesus naik ke surga, “Terangkatlah Yesus disaksikan oleh murid-murid-Nya sampai awan menutup-Nya dari pandangan mereka” (Kis. 1:9). Para murid yang menyaksikan kenaikan Yesus ini diteguhkan oleh kata-kata penegasan dua orang yang berpakaian putih (malaikat) yang berdiri di dekat mereka. “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga” (Kis. 1:11). Kiranya kata-kata malaikat ini memberikan kekuatan sekaligus memperkuat iman para murid bahwa Yesus telah sungguh-sungguh naik ke surga.
Ada beberapa hal yang perlu saya garisbawahi tentang Perayaan Kenaikan Tuhan Yesus ke surga.
Pertama, mengungkapkan iman Gereja akan Yesus Kristus yang dimuliakan. Peristiwa kenaikan berarti Yesus naik tahta dan duduk di sebelah kanan Bapa-Nya di surga (Mrk. 16:19). Kenaikan Yesus ke surga juga berarti kepada Yesus yang telah disalibkan dan kemudian bangkit dari alam maut, diserahkan segala kekuasaan di surga dan di bumi (Pareira, 2004: 152). Karena itu, merayakan kenaikan Yesus sesungguhnya berarti merayakan misteri Yesus menjadi Raja semesta alam. Kepada Yesus Raja semesta alam ini, kita mengarahkan pandangan dan kepada-Nya juga seluruh hidup kita tertuju. Kita juga tak perlu memusatkan seluruh hidup kita pada perkara dunia ini, apalagi perkara yang tidak sejalan dengan kehendak-Nya. Dalam konteks ini, kita yang percaya kepada Yesus mendapat jaminan bahwa kita juga akan mendapat kemuliaan bersama-Nya kelak, karena Yesus sang kepala kita (kepala Gereja) sudah mendahului kita masuk surga.
Kedua, secara fisik Yesus tidak ada bersama para murid-Nya. Peristiwa kenaikan juga menegaskan hal penting bahwa Yesus secara fisik tidak lagi hadir bersama para murid-Nya. Apakah itu berarti bahwa Yesus meninggalkan para murid sendirian? Sama sekali tidak. Dalam amanat agung perpisahan-Nya, ia telah menegaskan, “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Mat. 28:20). Ia tetap hadir menyertai perutusan para murid-Nya walau tanpa kehadiran fisik. Roh Kuduslah (Roh yang berasal dari Bapa dan Putra) yang hadir dan menjiwai perutusan para murid.
Yesus juga hadir menyertai dan menyapa para murid-Nya melalui perayaan liturgi, perayaan sakramental dan perayaan devosional yang dirayakan dengan penuh iman oleh Gereja, oleh para murid-Nya. Dalam segalanya itu, perayaan Ekaristi yang adalah sumber dan puncak hidup umat beriman menjadi kesempatan paling istimewa untuk mengalami kehadiran Yesus atau mengalami perjumpaan dengan-Nya secara mendalam. Ekaristi membuat para murid Yesus tidak merasa kesepian atau merasa ditinggalkan oleh-Nya.
Melalui Ekaristi, Yesus hadir menyapa, menyertai dan memberkati para murid-Nya yang tiada lelah mencari dan mengasihi-Nya. Karena perjumpaan dengan Yesus melalui Ekaristi, para murid (Gereja) mendapatkan kedamaian batin dan kegembiraan dalam hidup serta kekuatan baru untuk semakin setia mengikuti Yesus dan menghayati ajaran-Nya dalam hidup, juga bersaksi tentang-Nya.
Ketiga, para murid harus mandiri. Peristiwa kenaikan Yesus juga mengharuskan para murid berdikari (berdiri di atas kaki sendiri, mandiri) dan segera pergi menjadi saksi. Yesus telah memberikan banyak bekal kepada mereka. Kini saatnya mereka pergi bersaksi tentang apa yang mereka saksikan dan dengarkan dari Yesus. Kepada mereka juga sudah diberikan perintah agung, pergilah ke seluruh dunia; jadikanlah semua bangsa murid-Ku (bdk. Mat. 28: 19-20). Mereka tak perlu takut, sebab walaupun secara fisik Yesus tak hadir, tapi melalui Roh Kudus, Ia tetap hadir dan menyertai mereka hingga akhir zaman.
Jika sebelumnya mereka selalu bersama Yesus secara fisik, kini mereka berjuang sendiri, walau secara spiritual tetap ditemani oleh Sang Guru. Kalau sebelumnya mereka selalu berkumpul bersama, kini saatnya mereka terpencar untuk melanjutkan perutusan yang diterima dari Yesus. Persis inilah yang dilakukan oleh para murid setelah Yesus naik ke surga. Berkat Roh Kudus yang dicurahkan, mereka tak lagi takut pergi ke mana saja untuk bersaksi tentang Yesus Kristus. Mereka tak gentar bila menghadapi aneka kesulitan. Bahkan tak sedikit dari antara mereka yang rela mati, menumpahkan darah, mati sebagai martir demi imannya akan Kristus. Darah suci mereka ini menyuburkan Gereja sepanjang zaman.
Kini, perutusan para murid itu diteruskan oleh Gereja (persekutuan umat beriman). Perintah agung Yesus itu, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk. 16:15), adalah perintah agung untuk kita semua saat ini. Melalui pembaptisan dan aneka sakramen lainnya, kita diutus menjadi saksi-Nya. Tentu tidak harus menjadi imam, biarawan/ti atau misionaris yang diutus ke seluruh dunia. Kita menjadi saksi-Nya di jalan panggilan kita masing-masing. Kita bersaksi mulai di dalam keluarga, komunitas, tempat kerja, di tengah masyarakat dan di mana pun kita berada, melalui tutur kata dan perbuatan konkret yang selaras dengan ajaran dan teladan Yesus.
Perlu juga disadari bahwa kesaksian kita tentang Kristus tidak hanya disempitkan pada, misalnya, sharing pengalaman iman kepada orang lain, berkotbah di mimbar, memberikan pengajaran (katekese) kepada orang lain atau aktif dalam hidup menggereja atau peduli dengan orang-orang menderita. Tentu ini sikap hidup dan karya-karya kebaikan yang bisa kita lakukan.
Bagi saya, selain beberapa karya kebaikan yang disebutkan di atas, penting juga untuk disadari bahwa kesaksian kita tentang Kristus itu menyangkut seluruh diri kita dan berkaitan dengan cara hidup kita setiap hari (kata, perbuatan). Kita ditantang menjadi Kristus yang lain (alter christi). Menjadi Kristus yang lain artinya kita menghayati secara sungguh-sungguh apa yang diajarkan dan diteladankan Yesus. Karena menghayatinya dengan sungguh-sungguh, maka kalau orang melihat kita, yang mereka lihat adalah Kristus. Buahnya adalah mereka tergerak atau terpanggil untuk mengenal Kristus secara lebih mendalam dan mengikuti-Nya serta menghayatinya dalam hidup. Ini panggilan sekaligus tantangan dalam perutusan kita melanjutkan misi Kristus. Tapi, “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Mat. 28:20). Peneguhan Yesus ini seharusnya membuat kita tak takut dan mudah menyerah dalam memberikan kesaksian tentang-Nya.***
Selamat Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus!