-1 C
New York
Sunday, February 9, 2025

Tak Disangka, Inilah Hikmah dari Keraguan Thomas

“Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.”

Perkataan di atas diungkapkan oleh Thomas ketika ia mendapat kabar dari teman-temannya bahwa Yesus hadir di tengah-tengah mereka pada saat mereka sedang berkumpul [Yohanes 20:24-29]. Mereka berkata kepada Thomas, “Kami telah melihat Tuhan!

Thomas tidak percaya ketika ia mendengar kabar yang mengejutkan itu. Ia meminta bukti. Ia mengingat bahwa Yesus sudah menderita sengsara dan wafat di kayu salib. Hal terakhir yang dia lihat adalah bahwa Yesus meninggalkan bekas paku di tangan-Nya dan sebuah tusukan benda tajam di lambung-Nya. Oleh karena itu, dia ingin membuktikan kebenaran omongan para sahabatnya itu dengan melihat secara langsung bekas paku dan bekas tusukan itu.

Memang, kalau kita berada pada posisi si Thomas, apa yang dia ungkapkan di atas hampir pasti juga keluar dari mulut kita. Percaya terhadap sesuatu yang melampau pikiran kita atau terhadap sesuatu yang tidak pernah kita lihat dan kita alami memang bukan hal yang mudah. Kita pasti ingin menuntut pembuktian. Dengan kata lain, kita akan percaya kalau kita sudah melihat kenyataan yang sesungguhnya.

Namun demikian, Yesus – dalam bacaan yang sama – berkata kepada Thomas “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya”. Melalui perkataan ini kiranya Yesus ingin mengajak Thomas – dan kita juga – supaya tidak berhenti pada pencarian bukti-bukti seperti itu.

Yesus meminta kita supaya beranjak dari level itu ke level yang jauh lebih tinggi, yaitu percaya meskipun tidak melihat. Artinya, kita harus masuk ke level iman. Iman jangan sampai bergantung pada pembuktian-pembuktian fisik. Banyak hal di dunia ini tidak pernah kita lihat karena kita mempunyai keterbatasan tertentu, namun tidak berarti bahwa hal-hal yang tidak kita lihat itu tidak ada. Demikian halnya dengan iman. Iman kepada Yesus mungkin saja diturunkan dari nenek moyang kita. Kita boleh jadi belum pernah mengalami perjumpaan langsung dengan Yesus dalam pengertian apapun juga, namun iman itu tetap kita pelihara karena kita percaya bahwa Dia beserta kita.

Iman selalu melampaui kenyataan. Pembuktian memang perlu tetapi tidak menjadi tolok ukur bagi tumbuhnya iman itu. Apalagi kalau kita mau lebih jauh, kita seharusnya yakin bahwa pengalaman perjumpaan dengan Tuhan terjadi melalui pengalaman biasa sehari-hari yang kadang-kadang tanpa kita sadari, tidak harus melalui peristiwa-peristiwa besar dan menakjubkan.

Akhirnya, ada satu hal yang perlu kita pelajari dari sikap Thomas. Meski bermula dari sikap ragu-ragu namun akhirnya Thomas toh berhasil menunjukkan imannya yang luar biasa. Ia memberi contoh yang patut kita tiru ketika dia berkata “Ya Tuhanku dan Allahku”.

Perkataan seperti itu tentu keluar dari iman yang sungguh-sungguh. Maka, belajarlah dari sikap Thomas, bukan untuk bertahan dalam keraguan melainkan untuk berani berkata “Ya Tuhanku dan Allahku”.

avatar
Jufri Kano, CICM
Terlahir sebagai 'anak pantai', tapi memilih - bukan menjadi penjala ikan - melainkan 'penjala manusia' karena bermimpi mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta & Maryhill School of Theology, Manila - Philippines. Moto tahbisan: "Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga" (Luk. 5:5). Penulis dapat dihubungi via email: jufri_kano@jalapress.com.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini