-1.2 C
New York
Wednesday, January 15, 2025

“Tidak Ada Kekudusan Tanpa Sukacita” (Renungan Paus Fransiskus pada Hari Raya Semua Orang Kudus, 01 November 2021)

Renungan ini disampaikan Paus Fransiskus di lapangan Santo Petrus sebelum mendaraskan Doa Angelus.

***

Hari ini kita merayakan Semua Orang Kudus, dan dalam Liturgi pesan “terprogram” Yesus bergema: yaitu Sabda Bahagia (lih. Mat 5:1-12a). Mereka menunjukkan kepada kita jalan yang mengarah pada Kerajaan Allah dan kebahagiaan: jalan kerendahan hati, kasih sayang, kelembutan, keadilan dan kedamaian. Menjadi orang kudus berarti berjalan di jalan ini. Sekarang mari kita fokus pada dua aspek dari cara hidup ini. Dua aspek yang sesuai dengan cara hidup kudus ini: sukacita dan nubuat.

Aspek pertama, sukacita. Yesus memulai dengan kata “Berbahagialah” (Mat 5:3). Ini adalah proklamasi utama, bahwa kebahagiaan belum pernah terjadi sebelumnya. Kebahagiaan, kekudusan, bukanlah rencana hidup yang hanya terdiri dari usaha dan penyerahan, tetapi di atas segalanya adalah penemuan yang menggembirakan untuk menjadi putra dan putri terkasih Allah. Dan ini memenuhi Anda dengan sukacita. Itu bukan pencapaian manusia, itu adalah hadiah yang kita terima: kita kudus karena Tuhan, Yang Kudus, datang untuk tinggal dalam hidup kita. Dialah yang memberikan kekudusan kepada kita. Untuk ini kita diberkati!

Dengan demikian, sukacita orang Kristen bukanlah emosi sesaat atau optimisme manusia yang sederhana, tetapi kepastian mampu menghadapi setiap situasi di bawah tatapan kasih Tuhan, dengan keberanian dan kekuatan yang datang dari-Nya. Orang-orang kudus, bahkan di tengah banyak kesengsaraan, telah mengalami sukacita ini dan menjadi saksinya. Tanpa sukacita, iman menjadi latihan yang keras dan menindas, dan berisiko sakit dengan kesedihan. Mari kita perhatikan kata ini: sakit dengan kesedihan. Seorang pertapa padang gurun berkata bahwa kesedihan adalah “cacing yang menggali ke dalam hati”, yang merusak kehidupan (lih. EVAGRIUS PONTICUS, Delapan Roh Jahat, XI).

Mari kita bertanya pada diri kita sendiri: apakah kita orang Kristen yang bersukacita? Apakah saya seorang Kristen yang bersukacita atau tidak? Apakah kita menyebarkan sukacita atau kita orang yang membosankan, sedih, dengan wajah duka? Ingatlah bahwa tidak ada kekudusan tanpa sukacita!

Aspek kedua: nubuat. Ucapan Bahagia ditujukan kepada orang miskin, orang yang menderita, mereka yang haus akan keadilan. Ini adalah pesan yang bertentangan dengan arus dunia. Memang, dunia mengatakan bahwa untuk memiliki kebahagiaan Anda harus kaya, kuat, selalu muda dan kuat, dan menikmati ketenaran dan kesuksesan. Yesus membalikkan kriteria ini dan membuat proklamasi kenabian – dan ini adalah dimensi kenabian kekudusan – kepenuhan hidup yang sejati dicapai dengan mengikuti Yesus, dengan mempraktikkan Sabda-Nya. Dan ini berarti kemiskinan lain, yaitu miskin di dalam, menenggelamkan diri untuk memberi ruang bagi Tuhan. Mereka yang percaya diri mereka kaya, sukses dan aman mendasarkan segalanya pada diri mereka sendiri dan menutup diri dari Tuhan dan saudara-saudari mereka, sementara mereka yang tahu bahwa mereka miskin dan tidak mandiri tetap terbuka kepada Tuhan dan sesama mereka. Dan mereka menemukan kebahagiaan.

Sabda Bahagia adalah nubuat tentang kemanusiaan baru, tentang cara hidup baru: menjadikan diri sendiri kecil dan mempercayakan diri kepada Tuhan, alih-alih menang atas orang lain; menjadi lemah lembut, bukannya berusaha memaksakan diri; mempraktikkan belas kasih, daripada hanya memikirkan diri sendiri; berkomitmen pada keadilan dan perdamaian, alih-alih mempromosikan ketidakadilan dan ketidaksetaraan, bahkan dengan konspirasi. Kekudusan menerima dan mempraktikkan, dengan pertolongan Tuhan, nubuat yang merevolusi dunia ini.

Jadi, kita bisa bertanya pada diri sendiri: apakah saya bersaksi tentang nubuat Yesus? Apakah saya mengungkapkan roh kenabian yang saya terima dalam Pembaptisan? Atau apakah saya menyesuaikan diri dengan kenyamanan hidup dan kemalasan saya sendiri, dengan asumsi bahwa semuanya baik-baik saja jika saya baik-baik saja? Apakah saya membawa ke dunia kebaruan yang menggembirakan dari nubuat Yesus atau keluhan biasa tentang apa yang salah? Pertanyaan yang baik untuk kita tanyakan pada diri kita sendiri.

Semoga Perawan Suci memberi kita sesuatu dari jiwanya, jiwa terberkati yang dengan sukacita memuliakan Tuhan, yang “telah menurunkan yang berkuasa dari takhta mereka, dan meninggikan mereka yang rendah” (bdk. Luk 1:52).

***

Renungan ini diterjemahkan dari https://www.vatican.va/content/francesco/en/angelus/2021/documents/papa-francesco_angelus_20211101.html

 

RP Lorens Gafur, SMM
RP Lorens Gafur, SMM
Imam Misionaris Serikat Maria Montfortan (SMM). Ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 17 Juni 2016 di Novisiat SMM - Ruteng - Flores - NTT. Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi, Widya Sasana - Malang - Jawa Timur.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini