-0.7 C
New York
Sunday, December 15, 2024

Yesus Dihukum Mati, Dimanakah Saya?

Penulis: P. Alfonsius Laia, Pr*

Hari itu di Kota Yerusalem, gegap gempita seruan Hosanna.. Hosanna Putera Daud. Anak-anak cucu Abraham yang mendiami kota Sion bak rusa yang haus akan air ketika Sang Guru memasuki Kota Yerusalem. Dialah Mesias. Diakah Mesias yang didambakan kehadirannya? Kala itu daun-daun pohon zaitun dan daun palma dari tanah terjanji menjadi saksi yang benar. Sesungguhnya tatkala Mesias muncul dengan keledai rapuh, keraguan menyelemuti orang-orang yang bersorak-sorai itu. Mengapa bukan kuda perang? Dimana pedang penghunus musuh? Pasukannya? Kok… kumpulan orang-orang kampung yang tidak berpendidikan. Jangan-jangan Dia ini Mesias gadungan.

Terlanjur. Dalam tanya pekikan itu digemakan walau hati tak bersambung. Hanya lidah dalam kata tak bermakna berseru-seru.

Dimanakah gema hosanna itu? Tidak ada! Orang-orang itu kini mundur. Menyiasati kebengisan amarah. Tersulut hasutan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, putera-puteri sion itu; mulai dari yang tua-muda, laki-laki dan perempuan terjebak dalam kebengisan. Bak serigala buas mereka kini berseru: “Salibkan Dia… Salibkan Dia…”.

Demi nyawa suci seorang yang tak berdosa, orang-orang Yahudi itu berskongkol dengan Pilatus. Tanpa rasa malu mereka mengakui: “Dia bukan raja kami. Kami tidak mempunyai raja selain kaisar”. Tidak, kata Pilatus meyakinkan; “Ini raja kalian”. Semakin buas mereka mendesak; “Salibkan Dia… Salibkan Dia… Kaisar adalah raja kami, bukan dia”

Baca Juga:

Sendirian. Yesus berjuang memikul salibNya. Tanpa rasa iba. Tanpa empati dari orang-orang yang dulu mengelu-elukan dia. Seolah mereka tak pernah mengenalnya. Bagi mereka dia adalah pendosa terhina. Apakah dosanya? Berdosakah Ia karena berbuat baik dan menyembuhkan banyak orang? Dimanakah para rasul? Dimanakah orang-orang yang dulu ia sembuhkan? Mereka semua meninggalkan dia. Yesus memikul semuanya demi cinta dan ketaatan pada BapaNya.

Di Puncak Golgota. Di atas Salib suci, tersingkap kebenaran ini: YESUS ADALAH TUHAN DAN RAJA YANG MULIA. Orang-orang itu kini menebah dada. Sesal tiada tara. tidak ada gunanya; lebih besar dosa dia yang menyerahkan nyawa anak manusia itu.

Kisah sengsara Yesus merupakan didikan yang paling berharga bagi kita. Selain Dia adalah Tuhan yang Jaya dalam penderitaan, kisah penyaliban itu sangat historis. Ada dan terjadi dalam historisitas dunia. Berada di tengah-tengah kita.

Hukuman mati yang dijatuhkan atas Yesus sangat diragukan legalitasnya. Pengadilan yang menjatuhkan hukuman itu sarat dengan persekongkolan. Tidak ada bukti-bukti valid atas tuduhan yang ditimpakan pada Yesus. Subjektivitas teramat kuat untuk melegalkan kehausan darah oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Pilatus saja gentar, tapi lagi-lagi suara mayoritas itu mendesak; “Salibkan Dia…!”

Mari bercermin dari kisah yang mengubah cara pandang dunia ini. Bagaimana kita sekarang? Ketidakpuasan kerap menjadi serangan pada personal. Persekongkolan dibentuk. Berbuah hoax demi melancarka maksud. Mulailah berterbaran cacian, makian, dan berbagai bentuk hasutan guna mempengaruhi opini public. Tidak adakah cara-cara yang lebih elegan YANG MENANDAKAN BAHWA YANG BERPIKIR INI ADALAH MANUSIA YANG BERMARTABAT? Mengapa, membiarkan diri diperbudak oleh insting binatang alam liar; “homo homini lupus”. Kemanusiaan seorang manusia penuh manakala hati dan budinya rasuki kebaikan dan terang yang siap menghalau berbagai manifestasi kegelapan dunia.

Maka saat memperingati sengsara Tuhan, sangat penting kita masing-masing bertanya diri; dimana posisi saya saat itu? Orang Yahudikah? Orang Farisi atau ahli-ahli tauratkah? Atau saya dalam posisi Pilatus yang suka mencuci tangankah? Atau lebih parah lagi, jangan-jangan saya adalah Yudas si penghianat demi pundi-pundi? Atau saya ada diantara orang banyak dengan suara lantang; Salibkan Dia? Dimanakah saya….?

Jawaban jujur kita adalah aplikasi masa sekarang kita. Ketidakdilan yang tercipta. Cara berpikir yang tidak sehat dan tidak positif dan berbagi bentuk keburukan lain MERUPAKAN TINDAKAN PENYALIBAN ATAS PERSONIFIKASI YESUS.

*Imam Projo Keuskupan Sibolga dan melayani di Paroki Trinitas Sogawunasi, Nias Selatan.

 

avatar
Silvester Detianus Gea
Lahir di desa Dahana Hiligodu, Kecamatan Namöhalu-Esiwa, Nias Utara, pada tanggal 31 Desember. Anak kedua dari lima bersaudara. Pada tahun 2016, menyelesaikan Strata 1 (S1) Ilmu Pendidikan Teologi di Universitas Katolik Atma Jaya-Jakarta. Menyelesaikan Strata 2 (S2) Ilmu Pendidikan Pengetahuan Sosial Universitas Indraprasta, PGRI (2023). Pernah menulis buku bersama Bernadus Barat Daya berjudul “MENGENAL TOKOH KATOLIK INDONESIA: Dari Pejuang Kemerdekaan, Pahlawan Nasional Hingga Pejabat Negara” (2017), Menulis buku berjudul "MENGENAL BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL SUKU NIAS" (2018). Ikut serta menulis dalam Seri Aksi Swadaya Menulis Dari Rumah (Antologi); “Ibuku Surgaku” jilid III (2020), Ayahku Jagoanku, Anakku Permataku, Guruku Inspirasiku, Hidup Berdamai Dengan Corona Vol. IV, dan Jalan Kenangan Ibuku Vol. IV (2021), Autobiografi Mini Kisah-Kisah Hidupku (2022), Kuntum-Kuntum Kasih Sayang Vol. 3, Keluargaku Bahagiaku Vol. 2, Ibu Matahari Hidupku Vol. 1 (2023), Ibu Matahari Hidupku (2024). Saat ini menjadi Wartawan komodopos.com dan floresnews.net(2018-sekarang), Author jalapress.com/, dan mengajar di Sekolah Tarsisius Vireta (Website:https://www.tarsisiusvireta.sch.id/) (2019-sekarang). Penulis dapat dihubungi melalui email: detianus.634@gmail.com atau melalui Facebook: Silvester Detianus Gea. Akun Kompasiana: https://www.kompasiana.com/degeasofficial1465. Akun tiktok De Gea's Official.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini