Yesus Mengutus 70 Murid-Nya Pergi Berdua-dua: Renungan Harian Katolik, Kamis 18 Oktober 2018 — JalaPress.com; Bacaan I: 2 Tim. 4:10-17a; Injil: Luk. 10:1-9
Saya yakin kita semua tahu tugas pokok seorang arsitek. Arsitek berperan untuk merencanakan dan merancang bangunan. Ia akan membuat gambar dan mulai mengukur lokasi, dan seterusnya. Ia juga mengoordinasikan konstruksi dengan memilih orang-orang yang akan menjadi tukangnya.
Dalam arti ini, Yesus adalah seorang arsitek. Ia merencanakan dan merancang berdirinya Kerajaan Allah di dunia. Kemudian, Ia mengkoordinasikan konstruksi Kerajaan Allah itu dengan memanggil, memilih, dan mengutus orang-orang yang dipercaya-Nya.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengutus para murid-Nya untuk pergi menyebarluaskan Kerajaan Allah itu. Tapi syaratnya bahwa mereka harus pergi berdua-dua. Tujuannya supaya mereka bisa saling mendukung satu dengan yang lain. Yesus senang duo. Ia tidak senang single fighter, juga tidak suka trio, dan seterusnya.
Yesus meminta mereka yang diutus-Nya supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan; makanan pun tidak boleh. Ini dimaksudkan supaya mereka fokus. Terlalu banyak membawa beban dalam perjalanan bisa membuat orang tidak sampai pada tujuan. Letih sebelum tiba di tempat tujuan.
Yesus sangat realistis. Dia tahu bahwa tidak semua orang akan menerima murid-murid-Nya itu. Makanya Ia berkata: “Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu. Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka” (Mrk. 6:10-11).
Apa yang tertulis dalam bacaan Injil hari ini pernah saya praktekkan sewaktu Novisiat di Makassar. Saya dan kelima teman saya diutus berdua-dua, jalan kaki dari Pinrang ke Messawa, ditempuh dalam waktu tiga hari. Tidak boleh membawa makanan, apalagi uang. Untuk makan dan minum dalam perjalanan, kami harus meminta dari orang-orang di sepanjang perjalanan. Dan, perlu kita ketahui bahwa sepanjang jalan Pinrang – Messawa mayoritas Non-Katolik, bahkan waktu itu kami tidak menjumpai orang Katolik. Kami mengikuti nasihat Yesus: “Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu” (Mat. 10:12).
Hampir semua yang kami jumpai menerima salam kami. Mereka memberi kami makan-minum, bahkan buah-buahan diberikan kepada kami secara gratis. Di situ saya yakin sekali bahwa ketika Tuhan memanggil, memilih, dan mengutus, selain Ia memberi kemampuan, Ia juga mempersiapkan orang-orang yang akan kita jumpai. Jadi, bukan hanya kita yang diutus yang disiapkan Tuhan, tetapi juga orang-orang kepada siapa kita diutus.
Saudara-saudari yang terkasih, proyek pembangunan Kerajaan Allah yang direncanakan dan dirancang oleh Yesus itu belumlah selesai. Makanya, Ia masih memanggil kita dengan cara-Nya sendiri untuk menunaikan tugas dan perutusan itu. Tidak ada kata tidak bisa; sebab Tuhanlah yang memanggil, memilih, dan mengutus kita.
Kiranya kita bisa belajar dari Lukas dan para sahabatnya untuk berani mewartakan Injil Tuhan. Jika suatu saat kita dipanggil, dipilih, dan diutus, jangan pernah merasa takut. Jika kita ditunjuk untuk menjadi pengurus komunitas, misalnya, terima saja. Jangan bilang ‘Saya tidak mampu’. Kemampuan kita tidak berasal dari diri kita sendiri, tetapi dari Tuhan. Ketika Tuhan memanggil dan memilih, Ia juga memberi kemampuan.
Kita harus mempunyai keyakinan sama seperti Paulus, bahwa Tuhan selalu ada bersama kita dan menguatkan kita. Jadi, janganlah pernah merasa takut dan merasa tidak mampu. Kita tidak berjalan sendiri. Tuhan akan selalu beserta kita dan mengaruniakan kepada kita berbagai kemampuan. Yesus bersabda: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:33). Amin.


