12.7 C
New York
Tuesday, April 30, 2024

Peranan Kaum Awam secara Internal dan Eksternal: dari Gereja menuju Masyarakat Luas

Dunia adalah ciptaan Allah (bdk. Kej 1 & 2). Ia diciptakan dalam keadaan baik. Karena itu, dunia pantas dihargai dengan sepenuh hati. Penghargaan itu tampak melalui usaha manusia yang tinggal di dunia; menikmati apa yang ada di dunia sambil menjaga keutuhannya. Sikap ini sangat ditekankan dalam Gereja yang nota bene adalah kumpulan orang yang beriman kepada Kristus dan memiliki tanggung jawab untuk memelihara dunia sebagai ciptaan Allah.

[postingan number=3 tag= ‘gereja-katolik’]

Pandangan positif tentang dunia sebagai ciptaan Allah mempunyai dampak positif pada pemahaman tentang jati diri kaum awam dan panggilannya di tengah dunia. Dan untuk memahami pengertian kaum awam di dalam Gereja, kita perlu menyimak penjelasan berikut ini.

“Yang dimaksud dengan istilah awam di sini ialah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap Umat kristiani dalam Gereja dan di dunia…. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada ditengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus (Lumen Gentium, art. 31).”

Uraian di atas menegaskan siapa itu kaum awam dan betapa penting perannya di dalam dunia. Tugas awam untuk merasul di dunia mengalir dari persatuan mereka dengan Kristus, Sang Kepala Gereja. Melalui pembaptisan, awam disaturagakan dengan Kristus; melalui sakramen penguatan (krisma) mereka diteguhkan oleh kekuatan Roh Kudus untuk merasul atau menjadi saksi Kristus di tengah dunia. Karya kerasulan ini dijalankan dalam iman, harap dan kasih yang dicurahkan oleh Roh Kudus dalam hati umat beriman.

Pembaharuan Tata Dunia secara Kristiani

Tujuan karya penebusan Yesus Kristus, selain untuk keselamatan manusia, juga menyangkut pembaharuan seluruh tata dunia. Pemahaman ini menandaskan bahwa tugas umat beriman itu tidak hanya menyampaikan warta tentang Kristus dan menyalurkan rahmat-Nya kepada umat manusia, tetapi juga menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil.

Dengan demikian, perutusan kaum awam itu tidak hanya di dalam Gereja, tetapi juga di tengah masyarakat; tidak hanya bidang rohani, tetapi juga bidang duniawi. Dekrit tentang Kerasulan Awam, Apostolicam Actuositatem (AA), menguraikan dengan baik beberapa bidang kegiatan merasul yang bisa dilakukan oleh kaum awam yakni bidang hidup menggereja, keluarga, kaum muda, lingkungan sosial, bidang-bidang nasional dan internasional. Bidang-bidang ini menjadi medan kesaksian kaum awam di dunia. Gereja memiliki keyakinan bahwa Allah menghendaki agar umat manusia seia-sekata membaharui dan terus menerus menyempurnakan tata dunia.

Berikut ini adalah uraian konsili Vatikan II tentang pembaharuan tata dunia secara kristiani.

“Segala sesuatu yang mewujudkan tata-dunia, yakni nilai-nilai hidup dan keluarga, kebudayaan, urusan ekonomi, kesenian dan profesi, lembaga-lembaga negara, hubungan-hubungan internasional dan lain sebagainya, beserta perkembangan dan kemajuannya, bukan hanya merupakan bantuan untuk mencapai tujuan akhir manusia, melainkan mempunyai nilainya sendiri juga, yang ditanam oleh Allah didalamnya, baik dipandang secara tersendiri, maupun sebagai unsur-unsur seluruh tata dunia: “Dan Allah melihat segala sesuatu yang diciptakan-Nya, dan itu semua sangat baik” (Kej 1:31). Kebaikan alamiah itu menerima martabat khusus karena hubungannya dengan pribadi manusia, sebab semuanya memang diciptakan untuk mengabdi kepadanya. Akhirnya Allah berkenan menghimpun segalanya, baik yang kodrati maupun yang adikodrati, menjadi satu dalam Kristus Yesus, “supaya dalam segala sesuatu Dialah yang terutama” (Kol 1:18). Tetapi arah-tujuan itu bukan hanya tidak menyebabkan tata dunia kehilangan otonominya, tujuan atau sasarannya, hukum-hukumnya, upaya-upayanya sendiri, makna dan nilainya bagi kesejahteraan manusia, justru malahan menyempurnakannya dalam daya kekuatan serta keunggulannya, sekaligus mengangkatnya sehingga setaraf dengan panggilan manusia seutuhnya di dunia ini (AA, art. 7).”

Kutipan ini menyadarkan umat beriman bahwa pembaharuan dunia secara kristiani meresap dalam segala bidang kehidupan manusia di dunia. Semuanya ini bertujuan demi keselamatan manusia. Pertanyaannya, mungkinkah segala bidang kehidupan manusia diresapi oleh semangat Injili? Dalam sejarah Gereja, kita mengetahui bahwa hal itu mungkin, walau penuh perjuangan. Hingga saat ini, Gereja selalu berjuang di tengah dunia untuk membagikan suka cita kerajaan Allah bagi semua orang dalam segala aspek kehidupan manusia. Inilah panggilan umat kristiani!

Langit Baru dan Bumi Baru

Keselamatan adalah tujuan Gereja yang hanya dapat tercapai sepenuhnya di zaman yang akan datang. Hal ini menegaskan bahwa dunia ini hanya tempat sementara bagi manusia. Langit dan bumi ini akan berlalu dan manusia pada saat yang dijanjikan-Nya akan memasuki langit dan bumi baru. Akan tetapi, siapapun tidak mengetahui kapan langit dan bumi ini akan mencapai kesudahannya dan kapan langit dan bumi baru itu tiba.

Berikut ini adalah uraian Konsili Vatikan II tentang langit dan bumi baru yang disiapkan Allah untuk manusia.

“Kita tidak mengetahui, bilamana dunia dan umat manusia akan mencapai kesudahannya; tidak tahu pula, bagaimana alam semesta akan diubah. Dunia seperti yang kita kenal sekarang, dan telah rusak akibat dosa, akan berlalu. Tetapi kita terima ajaran, bahwa Allah menyiapkan tempat tinggal baru, kediaman keadilan, yang kebahagiaannnya akan memenuhi dan melampaui segala kerinduan akan kedamaian, yang timbul dalam hati manusia. Dan pada saat itu maut akan dikalahkan, putera-puteri Allah akan dibangkitkan dalam Kristus, dan benih yang telah ditaburkan dalam kelemahan dan kebinasaan, akan mengenakan yang tidak dapat binasa. Cinta kasih beserta karya-Nya akan lestari, dan segenap alam tercipta, yang oleh Allah telah diciptakan demi manusia, akan dibebaskan dari perbudakan kepada kesia-siaan (Gaudium et Spes, art. 39).”

Hidup dalam langit dan bumi baru adalah tujuan hidup umat beriman. Konsili juga menegaskan bahwa kerinduan akan kehidupan dalam langit dan bumi baru itu kiranya tidak membuat orang ‘melarikan diri’ dari dunia. Bahkan, umat beriman harus berpartisipasi aktif membangun dunia ini dalam segala bidang kehidupan. Kerajaan Allah itu sudah ada di dunia yang diresapi semangat Injili, walaupun kepenuhannya ketika akhir zaman yang waktunya hanya diketahui oleh Tuhan sendiri (bdk. Kis. 1:7)

“Kita memang diperingatkan, bahwa bagi manusia tiada gunanya, kalau ia memperoleh seluruh dunia, tetapi membinasakan dirinya. Akan tetapi janganlah karena mendambakan dunia baru orang lalu menjadi lemah perhatiannya untuk mengolah dunia ini. Justru harus tumbuhlah perhatian itu, sehingga berkembanglah Tubuh keluarga manusia yang baru, yang sudah mampu memberi suatu bayangan tentang zaman baru. Maka dari itu, sungguh pun kemajuan duniawi harus dengan cermat dibedakan dari pertumbuhan kerajaan Kristus, tetapi kemajuan itu sangat penting bagi Kerajaan Allah, sejauh dapat membantu untuk mengatur masyarakat manusia secara lebih baik (GS, art. 39).”

Sebagai rekan kerja Allah, manusia dipanggil untuk bekerja membangun dunia yang kondusif untuk kehidupan. Bahkan Gereja yakin bahwa kerja adalah dimensi mendasar hidup manusia di dunia. Kerja menjadi salah satu ciri yang membedakan manusia dengan ciptaan lainnya. Kerja manusia, selain untuk memenuhi kebutuhannya di dunia, juga diarahkan pada tujuan pencapaian langit baru dan bumi baru yang sudah mulai dirasakan saat ini dan kepenuhannya terjadi pada akhir zaman.

Pelestarian Lingkungan Hidup

Dalam sudut pandang teologi penciptaan, yang dimaksudkan dengan sesama adalah sesama makhluk ciptaan di hadapan Sang Pencipta. Penantian akan penebusan bukan hanya merupakan hal eksklusif manusia, tetapi juga penantian seluruh ciptaan. Bahkan Yesus diimani sebagai penebus manusia, pembebas alam semesta dan penyelamat seluruh ciptaan. Selain itu diyakini pula bahwa tidak mungkin berbicara tentang keselamatan tanpa mengacu kepada dunia dan manusia yang mengambil bagian di dalamnya. Keselamatan di sini berarti tetap menjadi bagian dari seluruh alam ciptaan yang telah diubah menjadi langit dan bumi baru. Dalam konteks ini, manusia dianggap sebagai salah satu dari komunitas ciptaan Allah yang memiliki peranan, tugas dan tanggung jawab yang khusus yakni memelihara keutuhan ciptaan.

Konsili Vatikan II memberikan perhatian besar pada masalah perdamaian, keadilan, kebebasan beragama, liturgi, ekumenisme dan sebagainya. Akan tetapi, satu hal penting yang kurang mendapatkan perhatian serius adalah masalah lingkungan hidup. Padahal, hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan hidup tak terbantahkan. Bahkan keselamatan manusia berhubungan juga dengan keberadaan lingkungan hidup di mana manusia hidup. Menurut Adrianus Sunarko, pelestarian lingkungan hidup belum menjadi salah satu tema pembicaraan karena pada waktu itu masalah lingkungan hidup belum disadari secara mendalam oleh Gereja sebagai masalah mendesak yang harus ditangani.

Setelah Konsili Vatikan II, masalah ekologis semakin memprihatinkan dan sungguh-sungguh mengancam keberlangsungan segala bentuk kehidupan di bumi ini. Karena itu, banyak pihak yang berani menyuarakan kebenaran tentang pentingnya menjaga keutuhan ciptaan. Tak ketinggalan juga Gereja Katolik. Katekese tentang memelihara keutuhan ciptaan dilakukan di dalam Gereja. Gereja mengajak umat katolik untuk sungguh-sungguh terlibat dalam melestarikan keutuhan ciptaan. Misalnya, pada tahun 2013, KWI membuat nota pastoral yang berjudul, “Keterlibatan Gereja dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan”. Nota pastoral ini merupakan hasil hari studi para uskup pada tanggal 5-7 November 2012 tentang ekopastoral (pastoral ekologis). Para uskup Indonesia menyadari pentingnya lingkungan hidup untuk kelangsungan hidup semua ciptaan dan juga prihatin terhadap berbagai macam kerusakan alam dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.

Saat ini, baik negara maupun Gereja semakin gencar berjuang menyelamatkan lingkungan hidup dengan pelbagai aksi nyata (misalnya, menanam pohon di daerah gersang, mengurangi eksploitasi terhadap lingkungan hidup, membangun pemukiman yang ramah lingkungan, mengelola sampah-sampah dengan baik). Ada juga organisasi tertentu yang secara khusus bergerak di bidang pelestarian lingkungan hidup. Selain mengadvokasi masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam menyelamatkan lingkungan hidup, organisasi ini juga giat mengkritisi kebijakan pemerintah yang memberi izin kepada perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi lingkungan hidup.

Pengakuan iman kristiani bahwa Tuhan adalah pencipta dunia dan segala isinya melahirkan tanggung jawab besar yang harus diwujudkan dalam hidup sehari-hari. Tanggung jawab tersebut adalah membangun dunia dalam terang injili! Dunia ini baik dan bernilai karena diciptakan Tuhan dalam keadaan baik. Karena secitra dengan Allah, manusia kristiani dituntut untuk berpartisipasi dalam karya Allah menyelamatkan dunia. Partisipasi itu diwujudkan dalam segala aspek kehidupan (hidup menggereja, keluarga, masyarakat, negara, lingkungan hidup dan sebagainya).

Keselamatan adalah tujuan penciptaan dunia dan segala isinya. Jika dunia dikelola dalam terang semangat Injili, maka keselamatan itu akan terjadi di dunia sekarang ini, walaupun kepenuhannya baru terjadi pada akhir zaman. Langit dan bumi baru yang dijanjikan oleh Allah itu akan datang pada saat yang ditentukan-Nya, tetapi saat ini manusia bisa mulai mengalaminya, asalkan semangat Injili diwartakan dan dihayati (bdk. GS 39). Dan umat beriman kristiani dipanggil untuk membangun dunia yang diterangi oleh semangat Injil!

Referensi:

Chang, William, Moral Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Dister, Niko Syukur, Teologi Sistematika 2, Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Handoko, Petrus Maria, Dicipta Untuk Dicinta, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 1996.
Kristiyanto, Eddy (ed.), Konsili Vatikan II, Agenda yang Belum Selesai, Jakarta: Obor, 2006.
Kristiyanto, Eddy dan Adrianus Sunarko (eds.), Menyapa Bumi, Menyembah Hyang Ilahi, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Kempis, Thomas A., Mengikuti Jejak Kristus, (terj. J.O.H. Padmasepoetra), Jakarta: Obor, 1977.
Ladjar, Leo L. (Penterj.), Fransiskus Asisi: Karya-Karyanya, Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Stanislaus, Surip, Harmoni Kehidupan, Yogyakarta: Kanisius, 2008
Dokumen Konsili Vatikan II (terj. R. Hardawiryana), Jakarta: Obor, 1993.
Paulus II, Yohanes, Laborem Exercens (terj. R. Hardawiryana, SJ), Jakarta: Dokumen Penerangan KWI, 1999.

Previous article
Next article
RP Lorens Gafur, SMM
RP Lorens Gafur, SMM
Imam Misionaris Serikat Maria Montfortan (SMM). Ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 17 Juni 2016 di Novisiat SMM - Ruteng - Flores - NTT. Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi, Widya Sasana - Malang - Jawa Timur.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini