Hai Anak Muda, Bangkitlah!: Renungan Harian Katolik, Selasa 18 September 2018 — JalaPress.com; Injil: Luk. 7:11-17
Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan, Injil hari ini berkisah soal Yesus yang membangkitkan anak muda di Nain. Penginjil memberi bahwa anak muda itu adalah anak tunggal seorang janda.
Penekanan seperti ini jelas ada maksud dan tujuannya. Kita tahu bahwa predikat sebagai janda bukan predikat yang menguntungkan, apalagi jika janda itu tidak mempunyai anak. Janda yang tidak mempunyai anak akan hidup dalam kesepian karena sebatang kara, ada dalam posisi yang sangat tidak terlindungi, dan mudah sekali dilukai.
Yesus memahami betul betapa tidak menguntungkannya predikat sebagai janda itu. Keadaannya itu baru akan tertolong sedikit jika ia mempunyai anak yang bisa menemani dan menghibur. Itulah sebabnya, ketika Yesus melihat seorang janda yang harus kehilangan anak satu-satunya, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan (Luk. 7:13). Yesus tidak ingin janda itu menderita dua kali. Ia pun ingin menghapus air mata dari mata janda itu. Ia terdorong untuk menghidupkan kembal anak tunggal janda itu yang sudah mati. Yesus berkata: “Jangan menangis” (Luk. 7:13).
Perkataan Yesus itu disertai dengan suatu perbuatan ajaib. Ia membangkitkan kembali anak tunggal dari janda itu. Hanya dengan berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (Luk. 7:14) anak muda itu pun bangkit kembali. Luar biasa.
Saudara-saudari yang terkasih, dalam kehidupan kita sehari-hari, kita menjumpai banyak orang di sekitar kita yang membutuhkan pertolongan kita. Mereka ada di ada dan hidup tidak jauh dari kita. Jangan pernah bilang bahwa kita tidak mempunyai sesuatu untuk kita berikan kepada mereka. Kita selalu mempunyai sesuatu untuk diberikan, yaitu diri kita sendiri, kehadiran kita.
Tuhan mau supaya kita menjadikan diri kita sebagai penolong dan penghibur bagi mereka. Kita harus bisa berkata kepada mereka: “Jangan menangis” dan menghentikan air mata dari mata mereka. Itu tugas dan tanggung jawab kita sebagai pengikut Kristus. Yesus sudah memberi contohnya bagi kita.
Ketika kita melihat kesusahan orang lain di sekitar kita, dan hati kita tidak tergerak sedikitpun untuk menolong, itu berarti bahwa ada sesuatu yang harus kita koreksi dari diri kita. Jangan-jangan ada yang salah dengan diri kita; sebab seharusnya kesusahan orang lain menjadi undangan bagi kita untuk berbuat baik. Jangan sampai kita justru tertawa di atas penderitaan orang lain.
Saudara-saudari yang terkasih, perkataan Yesus ‘Hai Pemuda, bangkitlah’ bisa juga diartikan sebagai ajakan bagi kita, terutama semua pemuda, supaya ‘bangkit’. Kita tahu bahwa kematian itu tidak selamanya merupakan kematian fisik. Kita biasa juga bilang ‘mayat hidup’ untuk orang-orang yang masih hidup tapi tidak mempunyai semangat untuk hidup. Orangnya masih hidup, tapi semangatnya sudah ‘mati’. Kiranya, untuk orang seperti itu jugalah perkataan Yesus di atas ditujukan.
Banyak anak muda di sekitar kita sudah menjadi ‘mayat hidup’. Mereka lebih suka bermalas-malasan daripada berjuang untuk meraih cita-cita. Pasif dalam segala hal. Tidak produktif, tidak mampu bersaing, dan sederetnya. Maka, perkataan Yesus ini kiranya membangkitkan kembali semangat mereka. Sekali lagi, Yesus berkata: Yesus ‘Hai Pemuda, bangkitlah’. Jika selama ini kita masih bermalas-malasan, seperti ‘mayat hidup’ maka Yesus mengajak kita supaya ‘bangkitlah’. Ayo bangkit, kawan!