‘MASUK SURGA’ merupakan harapan setiap umat beragama; sebab semua agama mengajarkan bahwa tujuan akhir dari peziarahan manusia di bumi ini adalah agar kelak bisa masuk surga. Jadi, ‘surga’ adalah harapan yang diberikan setiap agama kepada para pemeluknya.
Sayangnya, umat beragama selalu berhadapan dengan pertanyaan pelik mengenai bagaimana dan di mana persisnya surga itu. Maklum, sampai sejauh ini belum ada satu orang pun di dunia ini yang sudah pernah bolak-balik dari dan ke surga; sehingga memang praktis tak seorang pun di dunia ini yang tahu mengenai letak dan bentuk dari surga itu.
Saking peliknya pertanyaan seputar surga itu, orang beragama terpaksa membuat beragam spekulasi; yang kebenarannya masih tanda tanya. Tidak sedikit orang beragama mengira bahwa surga itu merupakan suatu tempat tertentu di atas langit. Makanya sampai ada orang yang mengatakan bahwa akan ada pesta seks di surga.
Pesta seks di surga? Semoga saja ide ini dimunculkan sekedar untuk lucu-lucuan; sebab kalau itu serius, maka kesesatan berpikir yang ditimbulkannya pun akan menjadi serius. Bagaimana tidak, orang yang tidak paham agama saja tahu bahwa setelah seseorang mati dan masuk surga, tidak mungkin ada lagi yang namanya pesta seks. Mengapa? Karena tubuh jasmani kita tidak akan masuk surga.
Ketika mati, tubuh kita akan hancur, secantik atau seganteng apapun tubuh itu; sebab prinsipnya jelas: ‘yang diambil dari tanah akan kembali menjadi tanah’. Tubuh kita diambil dari tanah, maka akan kembali menjadi tanah [Kej. 3:19]. Padahal, yang namanya hasrat seksual, rasa lapar, pikiran, dan segala bentuk emosi; semua itu berhubungan dengan tubuh jasmani. Jadi jelaslah, di surga tidak ada yang namanya pesta seks.
Dalam hal ini, Yesus tepat ketika Dia menjawab pertanyaan orang-orang Saduki mengenai seorang perempuan yang menikahi tujuh pria bersaudara secara berturut-turut (bdk. Ul. 25:5-10). Mereka bertanya kepada Yesus, “Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan?” Yesus menjawab mereka: “Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah! Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga” [Mat. 22:28-30].
Kata-kata Yesus terhadap orang-orang Saduki itu cukup keras: “Kamu sesat”. Kiranya perkataan ini juga bisa kita tujukan kepada siapa saja yang beranggapan bahwa di surga ada pesta seks. Sekali lagi, siapapun yang beranggapan demikian, mereka sebenarnya termasuk orang-orang yang ‘sesat’ dalam berpikir.
Yesus justru mengatakan bahwa ‘pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga’. Pertanyaan yang harus kita ajukan sekarang adalah: “Mengapa dikatakan ‘seperti malaikat di surga?” Jawaban atas pertanyaan ini sekaligus menjawab pertanyaan kita mengenai “Apa dari kita yang akan masuk surga?”
Kita tahu bahwa malaikat itu bukan anak kecil yang bersayap, meskipun seringkali dilukiskan demikian. Malaikat itu adalah roh, tidak berbentuk. “Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?” [Ibr. 1:14]. Itu berarti bahwa setelah kita mati, kita akan hidup ‘seperti malaikat’; kita hidup dalam bentuk roh. Maka, yang akan masuk surga dari diri kita adalah roh kita, bukan tubuh jasmani kita.
Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Korintus pernah menulis demikian, “Bila kemah kediaman kita di bumi telah dibongkar, Allah menyediakan bagi kita suatu tempat kediaman di surga” [1Kor 5:1]. Tetapi tidak ada yang mengetahui seperti apa rupa dari surga itu. Barangkali juga kurang tepat berbicara mengenai ‘rupa’ surga, sebab surga berarti kebahagiaan manusia dalam kesatuan dengan Allah. Bahwa surga seringkali digambarkan bagaikan sebuah tempat, itu harus dipandang sebagai bahasa kiasan.
Nah, kalau yang masuk surga dari diri kita itu ternyata adalah roh, bukan badan, berarti surga itu bukan tempat. Prinsipnya, kalau tidak ada badan, tidak perlu tempat. Memang, kita harus mengakui bahwa kita tidak mempunyai cara lain untuk menggambarkan keindahan surga selain menggambarkannya seolah-olah seperti sebuah tempat. Yang pokok dari surga ialah bahwa itu tempat Allah [lih. Mzm 2:4; Why 11:13; 16:11]. Jadi, jangan pernah membayangkan surga itu seperti taman kota atau pantai manapun di dunia ini.