Kita Belajar Setia dari Bunda Maria: Renungan Harian Katolik, Sabtu 15 September 2018 — JalaPress.com; Injil: Yoh. 19:25-27 atau Luk. 2:33-35
[postingan number=3 tag= ‘bunda-maria’]
Selama ini kita sering berbicara soal cinta atau kasih. Tapi, bagaimana kedua kata itu secara nyata diwujudkan dalam kehidupan kita sehari-hari?
Tidak usah bingung. Jika kita ingin mencari contoh nyata dari bagaimana mengasihi, Bunda Maria sudah memberikannya. Ia sungguh sangat mengasihi putranya, Yesus. Tanda kasihnya itu nampak dalam kehadirannya dalam hidup dan karya Yesus. Dalam perjalanan ke Golgota hingga sampai di puncak bukit tengkorak itu, misalnya, ia memilih hadir menemani Yesus; meski sebagian dari murid Yesus justru ‘lari’ meninggalkan Yesus karena ketakutan.
Dari apa yang dilakukan oleh Bunda Maria itu, maka kita dapat mengatakan bahwa KASIH atau cinta itu tidak bisa lepas dari apa yang kita sebut sebagai ‘KEHADIRAN’. Dengan kata lain, ketika kita bilang “Saya mengasihi kamu” kepada seseorang, maka pada saat yang sama kita siap untuk hadir dalam kehidupan orang itu; baik dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang. Jangan sekali-kali bilang “Saya mengasihi kamu” kalau dalam kenyataannya kita tidak mampu hadir dalam hidup orang lain.
Bukan hanya hadir menemani Yesus, Bunda Maria juga setia mendampingi Yesus, mulai dari kandang hina di Betlehem, hingga di kaki palang penghinaan di Golgota. Itu semua dilakukannya oleh karena ia sungguh mengasihi putranya itu.
Maka, dari apa yang dilakukan oleh Bunda Maria ini, kita dapat menarik poin penting bahwa KASIH itu juga tidak bisa kita pisahkan begitu saja dengan KESETIAAN. Jangan bilang “Saya mengasihi kamu” jika kita sendiri tidak mampu untuk setia. Jangan bilang mengasihi kalau hanya pada saat enaknya saja. Giliran ada masalah melarikan diri.
Bunda Maria adalah contoh orang yang tegar. Kerasnya tantangan di depan matanya tidak membuatnya kabur. Demi cintanya pada Sang Putra, Ia pantang menyerah. Berbeda dengan kita. Kita gampang sekali mundur. Ditolak satu kali langsung menyerah; atau ditantang sedikit langsung menghilang. Kita harus belajar banyak dari Bunda Maria.
Bayangkan, ketika para murid lari pontang-panting meninggalkan Yesus karena ketakutan, Bunda Maria memilih untuk bertahan. Ia tidak takut. Ia tidak lari. Ia hadir untuk menemani putranya, ia setia mendampingi Yesus. Ia tahu bahwa resikonya besar, tapi ia toh berani menerima resiko. Bagaimana dengan kita? Kita kadang takut duluan. Belum memulai sudah takut salah dan takut gagal. Padahal, mencoba saja tidak. Mau sukses tapi takut memulai.
Yesus menitipkan Bunda Maria kepada murid yang dikasihi-Nya, kepada Gereja, dan kepada kita semua. Ia juga menitipkan kita kepada Bunda Maria. Maka, Bunda Maria adalah Bunda Gereja dan bunda kita. Itu berarti bahwa Bunda Maria harus menjadi model kita. Ada banyak situasi yang membuat iman kita terasa diuji. Kita merasa iman kita seperti dikoyak-koyak. Tetapi, jangan kuatir. Belajarlah dari Bunda Maria. Kita harus tetap HADIR dan SETIA menjadi saksi Kristus di mana saja dan kapan saja. Buktikan bahwa kita sungguh-sungguh mengasihi Yesus. Amin.