Sejak 2016, setelah dilantik menjadi presiden, sang presiden langsung tancap gas memerangi narkoba. Baik itu terhadap pengguna maupun pengedar. Perang melawan narkoba pun tidak hanya sekedar menangkap dan memenjarakan, namun tembak mati di tempat, dihadapan istri dan anak-anak terus dilakukan.
Tidak tanggung-tanggung hingga akhir 2018 puluhan ribu nyawa pengguna maupun pengedar narkoba berakhir di moncong senjata yang juga mengakibatkan puluhan ribu anak juga menjadi yatim piatu.
Gereja Katolik Pilipina sepakat untuk bersama melawan dan memerangi narkoba, namun bukan dengan cara membunuh, tetapi cara yang lebih manusiawi. Bagi Gereja Katolik Pilipina, kematian hanya menjadi kehendak dan kuasa Allah.
Terhadap cara pimpinan yang tidak manusiawi bagi para pengguna dan pengedar narkoba yaitu dengan tembak mati di tempat, sedang bos (bandar) tidak pernah tersentuh oleh penguasa, Gereja Katolik hadir menyuarakan suara kenabian, suara keadilan dan kebenaran, suara yang melindungi kehidupan.
Bukan hanya bersuara mengkritik, namun Gereja Katolik juga giat membuka pusat-pusat rehabilitasi di tingkat keuskupan dan paroki-paroki untuk membantu para pengguna narkoba keluar dari candu narkoba dan menjadi manusia baru yang benar-benar meninggalkan narkoba.
Terhadap suara kenabian yang diserukan oleh Gereja Katolik Pilipina melalui beberapa uskup dan imam, sang penguasa bukannya menerima namun memberikan perlawanan, menghina, menuduh para Uskup dan sebagian imam.
Dalam setiap kesempatan kunjungan nama Gereja Katolik, termasuk para uskup dan imam tak luput dari hinaan, cacian dan cemoohan sang pemimpin. Bahkan tak segan melarang umat untuk tidak lagi mengikuti misa di paroki-paroki termasuk mempertanyakan keberadaan Tuhan.
Perlawanan tak berhenti di situ. Sekitar bulan Februari 2019 yang lalu para uskup dan beberapa imam, mendapatkan ancaman pembunuhan melalui pesan sms yang bunyinya demikian;
“p…mai kamu. Hitunglah harimu. Binatang kamu…‘Apakah kalian benar-benar tidak diberitahu oleh David (Uskup Caloocan Ambo). Berapa yang kalian mau? P…mai kalian. Berapa yang kalian mau? Sungguh-sungguh p…mai kalian. Kubunuh kalian”.
Meskipun berhadapan dengan ancaman pembunuhan, baik Uskup David maupun beberapa imam tidak takut. Mereka terus menyuarakan kehidupan akan keadilan dan kebenaran, bahwa hanya kuasa Allah yang mampu mengambil nyawa manusia.
Pater Vil (salah satu imam yang mendapatkan ancaman pembunuhan) mengatakan bahwa; “Suara kemanusiaan, melindungi mereka yang miskin, bukan hanya amanat untuk para imamm tetapi untuk semua yang sudah dibaptis dalam Gereja Katolik. Kami di sini bersama kalian”.
Senada dengan Pater Vil, Pater Al (yang juga mendapatkan ancaman pembunuhan) menegaskan bahwa; “Mengapa kalian mengancam? Saya pikir, kalian (pengancam) juga takut. Mereka juga ada ketakutan”. “Manusia yang sudah terbiasa dalam kegelapan, akan disilaukan oleh terang”.
Bersama mendoakan para Uskup dan para Imam.
Manila: Marso-11-2019
Penulis: Pater Tuan Kopong, MSF