Si penceramah mengaku sebagai anak kardinal, suatu pengakuan yang jelas-jelas ngawur. Dia juga bilang bahwa ibunya seorang penginjil, istilah yang hanya familiar di kalangan Gereja non-Katolik. Lebih ngawur lagi, dia mengaku sebagai lulusan Injil Vatican School, suatu institusi yang tidak pernah ada.
[postingan number=3 tag= ‘iman-katolik’]
Pengakuan demi pengakuan yang dibuatnya dalam video viral berdurasi pendek itu hanya akan membuat orang tertawa. Rasanya, tak ada lagi yang lebih lucu dari ini. Kita hanya bisa bilang ‘entah apa yang merasukinya’ saat dia membuat pengakuan seperti itu.
Sebenarnya, si penceramah dalam video viral itu bukan orang pertama yang mencoba mengaku-ngaku sebagai seorang mantan Katolik, mantan barawan-biarawati, mantan pastor, dan sebagainya. Sudah ada sederet nama lain yang pernah membuat pengakuan serupa.
Sayangnya, siapapun mereka, kesan yang muncul sama saja: mereka ngarang bebas. Tampak sekali bahwa mereka tidak mempunyai pengetahuan dasar mengenai iman Katolik pada khususnya, dan kekristenan pada umumnya. Mereka tidak dapat membedakan mana Katolik dan mana non-Katolik; sehingga mereka cenderung mencampuradukkan keduanya.
Saya hanya heran mengapa ada orang yang dengan sengaja membuat pengakuan yang ngawur seperti itu? Apa pula perlunya mereka menggunakan embel-embel ‘mantan Katolik, mantan biarawati, anak kardinal, lulusan Universitas Vatikan, tamatan Injil Vatican School’ dalam ceramah keagamaan mereka?
Saya tidak ingin berspekulasi macam-macam tentang alasan mereka membuat pengakuan seperti itu. Mereka tentu mempunyai alasannya tersendiri; hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Yang saya lihat hanya satu: adanya usaha keras dari mereka untuk membuat dirinya populer. Memang, di Indonesia ini, ceramah-ceramah seperti ini biasanya digemari oleh banyak orang, sehingga penceramahnya pun lebih cepat populer.
Bagi para penonton yang beragama non-Katolik, pengakuan dari orang seperti dalam video itu barangkali dapat dipercaya, sebab pengetahuan mereka tentang iman Katolik sangat terbatas. Namun, bagi orang-orang Katolik sendiri, jelaslah pengakuan seperti itu tidak lebih dari sekedar joke, candaan, atau lawakan.
Orang Katolik yang paham betul kekatolikannya, tidak akan gampang memercayai pengakuan seperti itu, sebab nyatalah bahwa apa yang disampaikan orang dalam video itu isinya hanya kebohongan belaka.
Apa yang dapat dipercaya dari seorang pembohong? Tidak ada. Yang ada justru kita dibodohi. Memang sangat disayangkan jika ada orang yang percaya terhadap ceramah-ceramah yang berbau kebohongan seperti itu. Barangkali si penceramah sudah tahu bahwa kebohongan yang diulang-diulang, lama-lama akan dianggap sebagai sebuah kebenaran.
Itulah sebabnya, jika kita membaca komentar para warganet, kita akan menemukan bahwa tidak sedikit dari mereka menyayangkan adanya video viral itu; sebab mereka menilainya sebagai suatu pembodohan publik.
—JK-IND—