Rasa-rasanya ‘geli’ dan ngeri sendiri jika kita melihat dan mengikuti perkembangan dunia perpolitikan di tanah air akhir-akhir ini. By the way, saya bukan ‘pengamat’ politik, apalagi politikus lho ya. Saya hanyalah seseorang yang mencoba ‘melihat’ dan mengikuti berita demi berita mengenai dunia perpolitikan kita, ya hitung-hitung biar tidak ketinggalan informasi saja sih.
Saat ini, tampaknya banyak orang yang bergelut dalam dunia politik (meski tidak semuanya) mencoba mencampur-adukkan antara urusan politik dengan urusan agama; atau saya lebih senang menyebutnya: ‘kawin campur antara politik dan agama’. Agama disusupi oleh kepentingan politik praktis dari oknum-oknum tertentu. Saya kira, inilah yang kita sebut sebagai politik yang menghalalkan segala cara. Akibatnya, agama yang seharusnya pada dirinya sendiri berarti ‘tidak kacau’ menjadi kacau.
‘Kawin campur’ yang tidak sehat itu menyebabkan ruang agama yang sejatinya bebas dari kepentingan politik praktis ‘di-obok-obok’ menjadi tak beraturan. Padahal, agama seharusnya menjadi obor (penerang) bagi jalannya segala aspek kehidupan manusia, termasuk politik yang sehat, tetapi bukan malah menjadi kuda tunggangan bagi aktor politik, apalagi aktor politik yang hanya sekedar memanfaatkan agama untuk memuluskan kepentingan sesaatnya. Inilah yang kemudian meresahkan banyak orang, terutama di kalangan umat beragama.
Saya tidak anti-politik. Menurut saya, politik itu pada dasarnya baik, jika diterapkan secara baik pada tempat yang tepat (tentu saja di mimbar politik). Tetapi menjadi tidak baik kalau kemudian aktor-aktor yang bergerak di dalamnya menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya.
Sekarang ini, banyak aktor politik tidak hanya merebut ‘mimbar agama’ tetapi bahkan juga berhasil mengambil-alih jubah ‘suci’ agama. Sepertinya kita di Indonesia memang paling gampang dipengaruhi kalau orang berbicara atas nama agama; sehingga tanpa di-cross–check terlebih dahulu omongannya, kita langsung percaya. Padahal, boleh jadi orang bersangkutan adalah serigala berbulu domba. Tuhan Yesus pernah bilang: “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas” (Mat. 7:15).
Lebih miris lagi, para politikus yang sudah berjubah agama itu memanfaatkan media sosial untuk menyebarluaskan berita bohong. Akibatnya, kabar bohong merajalela. Orang yang tidak mempunyai filter yang cukup bagus akan percaya begitu saja. Padahal Tuhan sudah dengan tegas dan jelas berkata: “Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar” (Kel. 23:1).
Banyak kali, hanya gara-gara perbedaan pilihan politik, mimbar agama juga dikotori dengan berbagai ujaran kebencian dan fitnah; sehingga tensi orang makin naik tiap harinya. Yang satu merasa diri lebih pintar, dan yang lain dibodohkan, demikian sebaliknya. Yang satu dikatai ‘kampret’, dan yang lain dibilang ‘cebong’. Jika mau tahu buktinya, coba lihat saja di media sosial. Banyak sekali bertebaran di sana.
Kasihan generasi muda kita. Mereka sebetulnya berharap supaya mendapatkan teladan yang baik dari orang yang lebih tua, tetapi nyatanya yang mereka terima justru contoh yang buruk. Andaikata agama memang harus masuk ke dalam ruang politik, biarkanlah agama menyampaikan kebenaran, jangan sampai agama justru dikendalikan oleh kepentingan politik praktis.