21.9 C
New York
Monday, October 14, 2024

Menjadi Katolik, Jangan Kaleng-kaleng

Kali ini, saya ingin mengajak Anda untuk berbicara sedikit soal iman. Iman itu ibarat tanaman, tidak dibiarkan begitu saja, tapi dirawat. Kita siram, kita beri pupuk supaya subur, kita cabut rumput liar di sekelilingnya biar tidak terhimpit, dan seterusnya. Ketika tanaman itu tidak dapat tumbuh dengan baik, kita periksa jangan-jangan akarnya kena cadas atau terhimpit rumput.

Nah, begitu juga halnya dengan iman. Supaya iman itu tumbuh dengan baik, kita harus rawat tanahnya, yaitu hati kita. Ketika iman itu tidak tumbuh dengan baik, kita periksa hati kita. Barangkali ada yang belum dibersihkan. Kita periksa, jangan sampai hati kita keras seperti batu, atau jangan sampai iman kita itu dihimpit oleh keinginan yang lain, atau oleh hasrat-hasrat yang tidak teratur, oleh beban masa lalu yang belum hilang, dan persoalan-persoalan yang belum terselesaikan.

Kita harus rawat iman kita. Boleh jadi, iman Katolik yang kita anut saat ini ‘diwariskan’ dari orang tua kita secara turun-temurun. Tapi, tidak menjadi alasan bagi kita untuk tidak mendalaminya. Prinsipnya: menjadi Katolik, jangan kaleng-kaleng. Iman kaleng-kaleng itu adalah iman yang lembek, mudah ciut ketika berhadapan dengan tantangan, ditekan sedikit langsung mengkerut, dan sebagainya. Iman kita harus kuat seperti baja. Tahan banting.

Kita wajib menjaga dan memperhatikan pertumbuhan iman kita. Jangan pernah menggadaikan apalagi menjual iman kita demi apapun: demi uang, demi jawabatan, atau demi cinta.

Uang bisa dicari, jabatan juga bisa kita diraih. Cinta apalagi. Tidak ada cinta yang lebih besar dari cinta Yesus. Kitab Suci menegaskan ‘Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).

Yesus mengorbankan diri-Nya karena Ia mengasihi kita. Jangan sampai kita mengorbankan cinta Yesus demi cinta-cinta yang kecil itu. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Mat. 23:37).

Jangan mengasihi Tuhan secara setengah-setengah. Tandanya bahwa kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan adalah dengan tidak mudah berpindah kelain hati. Sekali Yesus tetap Yesus.

Saya sering mendengar ucapan ‘betapa sulitnya mencari pasangan seiman’. Jika ini benar, saya justru pertanyakan keaktifan Anda di Gereja dan cara Anda bergaul di masyarakat. Jangan pernah mencari pasangan seiman di pasar, kalaupun ada, itu kebetulan saja. Jangan harap bisa mencari pasangan seiman di mall. Tidak ada di sana. Carilah pasangan seiman di Gereja, dengan cara aktif dalam kehidupan menggereja dan bergaul dengan orang Gereja.

Soal iman, harga mati. Tidak ada tawar-menawar. Jangan sekali-kali melepaskan kepercayaan kita pada Tuhan karena alasan apapun. Harta terbesar kita adalah iman kepada Yesus.  Tuhan bersabda: “Apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya” (Ibr. 10:38). Tentu kita mau supaya Tuhan tetap berkenan kepada kita, maka jangan sekali-kali berpindah ke lain hati.

Hati kita mungkin sekali waktu kering. Kita merasa banyak masalah menghadang. Lalu, apa kita langsung lari dari kenyataan itu? Tidak. Sama halnya dengan ketika tanah tempat kita bercocok tanam tidak subur, apa kita langsung ganti lahan? Tidak. Kita cari pupuk, kita buat irigasi, kita cabut rumput di sekililingnya, dan seterusnya. Kita tidak seenaknya berpindah-pindah.

Begitu juga dengan iman. Kita harus merawat iman kita. Kita harus tunjukkan bahwa kita ini sungguh Katolik; dan sampai kapanpun tetap Katolik. Para orang tua diharapkan bisa memberikan peneguhan kepada anak-anaknya, supaya mereka mampu mempertahankan iman Katolik yang sudah diwariskan kepada mereka. Jika ada masalah, bicarakan di rumah. Jika di rumah tidak dapat solusi, cari tokoh umat di lingkungan. Jika belum juga, datangi pastor.

Kita bersama-sama bertanggung jawab untuk menjaga iman ini; dan menjamin pertumbuhannya. Jadikanlah iman yang sudah kita akui dengan bangga ini sebagai pegangan hidup kita. Kita harus bisa berkata dalam hati kita masing-masing: “Saya bangga menjadi Katolik. Saya bangga menjadi pengikut Kristus. Saya tidak akan pernah meninggalkan Yesus”. Amin.

avatar
Jufri Kano, CICM
Terlahir sebagai 'anak pantai', tapi memilih - bukan menjadi penjala ikan - melainkan 'penjala manusia' karena bermimpi mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta & Maryhill School of Theology, Manila - Philippines. Moto tahbisan: "Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga" (Luk. 5:5). Penulis dapat dihubungi via email: jufri_kano@jalapress.com.

Artikel Terkait

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Ikuti Kami

10,700FansLike
680FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Artikel Terkini