Allah Tidak Menyukai Korban Sembelihan: Renungan Harian, 11 Juli 2022 — JalaPress.com; Bacaan I: Yes. 1:11-17
“Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak? Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai” (Yes. 1:11).
Banyak orang berpikir bahwa semua ibadah yang kita lakukan pasti disukai Allah; meski kenyataannya tidak sedikit orang melaksanakan ibadah hanya sebagai rutinitas. Makanya, Yesaya, salah seorang tokoh dalam Kitab Suci, mengecam dengan sangat keras cara berpikir semacam itu. Kita tahu bahwa Nabi Yesaya diutus untuk mengajak orang Israel bertobat. Ia menyadarkan mereka agar percaya kepada Allah.
[postingan number=3 tag= ‘iman-katolik’]
Kutipan ayat di atas diambil dari Kitab Yesaya, dan merupakan bagian dari bacaan Kitab Suci dalam liturgi hari ini. Apa yang disampaikan oleh Yesaya dalam kutipan ayat tersebut memang terkesan sangat keras dan menyakitkan. Namun, untuk memahami maksudnya, kita perlu tahu konteks dari teks tersebut. Konteksnya adalah pada waktu itu bangsa Israel menjauh dari jalan Allah dan berpaling pada dewa-dewa lain. Padahal, Allah telah memilih, membebaskan, dan memberikan kasih karunia kepada mereka.
Parahnya lagi, mereka mengira bahwa asal mereka sudah mempersembahkan kurban kepada Allah, semuanya secara otomatis terjamin. Mereka menyangka bahwa tuntutan Allah hanyalah beribadah dan memberi persembahan korban. Padahal, bagi Allah, yang terpenting adalah menjauhi perbuatan jahat dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Maka dari itu, Yesaya menyalahkan umat Israel itu karena mereka terus melakukan perbuatan jahat, sambil terus membawa persembahan dan korban kepada Allah serta berdoa dan beribadah kepada Dia. Mereka tidak bertobat meskipun Allah sudah sering memberi hukuman. Rangkaian perbuatan jahat itulah yang membuat persembahan, kurban, doa-doa, dan perayaan-perayaan mereka menjadi tidak ada gunanya sama sekali.
“Orang menyembelih lembu jantan, namun membunuh manusia juga, orang mengorbankan domba, namun mematahkan batang leher anjing, orang mempersembahkan korban sajian, namun mempersembahkan darah babi, orang mempersembahkan kemenyan, namun memuja berhala juga” (Yes. 66:3).
Yesaya mengingatkan mereka bahwa semua ibadah dan korban bakaran yang mereka persembahkan tidak akan pernah disukai oleh Allah jika perbuatan-perbuatan mereka jauh dari keadilan dan kebenaran.
Apa pesan dari perikop ini bagi kita? Perikop ini mengajarkan bahwa memiliki hati yang bersih berhubungan dengan doa-doa yang dijawab. Ibadah dan pujian menjadi sesuatu yang keji bagi Allah jikalau hanya berhenti pada ritus-ritus keagamaan. Bila Allah menuntut umat Israel menjalani kehidupan yang saleh, Ia juga menuntut orang Kristen agar hidup dalam ketaatan terhadap kehendak-Nya. Apabila kita menjaga hati tetap bersih di hadapan-Nya, Allah akan hidup bersama kita.