Seorang pemuda pernah bertanya kepada saya: “Mengapa gambar wajah Yesus berbeda di setiap tempat? Kira-kira dari sekian banyak gambar itu, mana yang sungguh-sungguh merupakan gambar wajah Yesus? Ataukah, jangan-jangan tidak satu pun dari gambar-gambar itu menyerupai wajah asli Yesus?
[postingan number=3 tag= ‘tuhan-yesus’]
Pemuda itu mengutip surat Paulus kepada jemaat di Korintus (1 Kor. 11:14), yang berbunyi: “Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang?” Maka dari itu, menurut pemuda itu, besar kemungkinan semua gambar wajah Yesus yang kita miliki saat ini adalah palsu. Mengapa? Karena gambar wajah Yesus yang kita miliki saat ini selalu identik dengan pria berambut panjang.
“Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang?”
Bagaimana kita menanggapi pertanyaan dan pernyataan seperti itu? Setidaknya ada beberapa hal yang harus kita garis bawahi. Pertama, perlu diketahui bahwa gambar wajah Yesus yang kita miliki saat ini tidak berasal dari deskripsi fisik tentang Yesus yang tertulis dalam Kitab Suci; karena memang tidak ada. Gambar-gambar itu bersumber pada tradisi artistik dan ikonografi. Namun demikian, bisa dipastikan, tidak ada gambar wajah Yesus yang bertentangan dengan Kitab Suci.
Apalagi, kalau kita mempersoalkan ‘rambut panjang’, pertanyaannya adalah: seberapa panjang? Dari bahan arkeologis, misalnya dari ukiran Timur Tengah dan lukisan makam di Mesir, kita tahu bahwa pria Yahudi zaman dulu selalu identik dengan rambut panjang dan berjanggut. Panjang rambut pria biasanya sampai ke pundak; sementara rambut wanita panjangnya sampai ke pinggang.
Kesalahpahaman kita terhadap isi surat Paulus itu seringkali terjadi karena kita menyamakan apa yang saat ini kita sebut sebagai ‘rambut pendek’ dengan potongan rambut a la pria Yahudi abad pertama. Padahal, sebetulnya, dalam suratnya itu, Paulus memberi tahu para pria di Korintus bahwa membiarkan rambut panjang hingga ke pinggang seperti halnya wanita, merupakan suatu kehinaan.
Kedua, sumber dari kebanyakan gambar wajah Yesus yang kita miliki saat ini berasal dari kain Turin; yaitu kain yang dipakai untuk menutupi wajah Yesus ketika Ia dikuburkan. Kain ini tersimpan di Vatikan.
Ketiga, agama Kristiani berinkulturasi dengan budaya-budaya setempat; sehingga adakalanya gambar wajah Yesus dari sumber yang sama, yaitu dari kain Turin, dimodifikasi sesuai dengan budaya setempat, tanpa menghilangkan esensinya.
Keempat, kita harus pahami bahwa gambar merupakan alat bantu, yaitu sebagai media atau sarana untuk mendekatkan diri kita dengan Tuhan. Pemakaian gambar sebagai alat bantu seperti ini juga pernah dilakukan pada zaman Salomo (bdk. 1 Raj. 6:1-38, 7:1-12, 13-51). Sejauh gambar itu dapat membuat kita makin dekat dengan Tuhan, maka tidak ada yang patut dipersoalkan.
Jadi, gambar wajah Yesus yang ‘berbeda’ karena alasan inkulturasi bukanlah suatu persoalan; karena toh gambar-gambar itu tetap mengacu pada tokoh yang sama, yaitu Yesus Kristus, Sang Penyelamat.
Referensi:
http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id567.htm
https://www.catholic.com/qa/are-most-images-of-jesus-false-since-they-contradict-pauls-admonition-against-long-hair