Situasi politik kita belakangan ini makin panas tiap harinya; sehingga tensi orang juga dari hari ke hari makin naik. Apa yang dulu tidak pernah menjadi soal, sekarang dipersoalkan. Dulu, meski sudah tahu beda agama, toh masyarakat tetap hidup rukun. Tapi, sekarang, perbedaan agama mulai dipersoalkan dan dipermasalahkan; sehingga tidak heran jika kita mendengar berita mengenai kuburan yang terpaksa digali kembali dan dipindahkan hanya gara-gara beda agama.
Semua ini terjadi setelah agama berhasil ditarik ke dalam panggung politik; dan membuat umat beragama semakin sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka yang pilihan politiknya sejalan dianggap ‘suci’ dan ahli surga, sementara mereka yang beda pilihan politiknya dianggap ‘kafir’ dan dipandang sebagai calon kuat penghuni neraka jahanam, dan seterusnya. Akibatnya, mereka yang tadinya akrab menjadi renggang gara-gara perbedaan pilihan politik.
Saat ini, jika kita melirik ke media sosial, kita akan mendapat kesan bahwa yang namanya saling hujat dan saling fitnah bertebaran di mana-mana. Banyak orang menjadi semakin tidak sabar. Ada masalah sedikit, langsung diselesaikan dengan otot, bukan lagi otak. Rasanya, semakin bertambah jumlah orang yang tidak bisa menghadapi masalah dengan kepala dingin. Baru dicurgai, langsung mengambil tindakan sepihak, alias main hakim sendiri. Beberapa waktu lalu, misalnya, ada dua orang yang baru dicurigai mencuri helm, langsung dihajar massa sampai meninggal dunia. Mengerikan.
Jika seperti itu yang terjadi, maka tampaknya kita kembali lagi ke zaman Perjanjian Lama. Dulu, pada zaman Perjanjian Lama, orang-orang Israel masih menganut sistem ‘mata ganti mata’ atau hukum balas dendam. Praktik seperti itu bisa kita lihat dengan jelas pada Kitab Imamat. Di sana dikatakan begini:
“Apabila seseorang membuat orang sesamanya bercacat, maka seperti yang telah dilakukannya, begitulah harus dilakukan kepadanya: patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya” (Im. 24:19-20).
Untunglah, Tuhan Yesus memperbaiki hukum yang keji itu. Ia menggantinya dengan suatu hukum yang baru, yang disebut ‘hukum kasih’. Tuhan Yesus bersabda: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu” (Luk. 6:27-29).
Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita ajaran kasih supaya kita menjadi ‘orang baik’. Kasih yang diajarkan oleh Tuhan Yesus ini sungguh luar biasa. Bagi Yesus, kasih itu tidak sekedar ‘balas budi’; sebab semua orang tahu yang namanya balas budi; sebab bahkan seorang penjahat kelas kakap sekalipun tahu membalas kebaikan dari orang yang berbuat baik kepadanya.
Yesus berkata: “Sebab jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian” (Luk. 6:32-33).
Yesus meminta supaya kebaikan yang kita lakukan tidak hanya sekedar sebagai balas budi. Ia mengajak kita supaya bisa mengasihi semua orang, sekalipun orang tersebut mungkin saja memusuhi kita. Ia bersabda: “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka. Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Luk. 6:35,37-38).
Kejahatan tidak boleh dibalas dengan kejahatan. Permusuhan tidak boleh dibalas dengan balik memusuhi atau balas dendam. Fitnah tidak boleh dibalas dengan fitnah. Begitu pula ujaran kebencian dan hokas, tidak boleh dibalas dengan ujaran kebencian dan hoaks juga. Semua perilaku buruk itu harus dibalas dengan kasih. Tuhan Yesus bersabda: “Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu” (Luk. 6:29). Jangan sekali-kali membalas dendam terhadap orang yang menyakiti kita.
Seburuk apapun sikap orang lain terhadap kita, Tuhan Yesus meminta kita supaya tetap mengasihi satu dengan yang lain. Caranya mudah. Ia bersabda: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Artinya, sebagaimana kita perlakukan diri kita sendiri, demikianlah seharusnya kita memperlakukan sesama kita. Dalam keadaan normal dan waras, tidak ada orang yang mau melukai perasaan dan dirinya sendiri, nah mestinya demikian juga kita tidak melukai diri dan perasaan orang lain.
Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri. Jangan memperlakukan orang lain sebagaimana mereka memperlakukan diri kita; sebab itu hanya akan mengantar kita pada dua kemungkinan: jika baik, berarti itu balas budi; jika buruk, berarti itu balas dendam.